Probolinggo (WartaBromo.com) — Suasana Auditorium Madakaripura, Kantor Bupati Probolinggo, Kamis siang (23/10/2025) itu berbeda dari biasanya. Deretan kursi yang biasanya dipenuhi ASN kini berganti warna-warni busana batik dan kerudung para perempuan dari berbagai organisasi. Mereka datang bukan sekadar menghadiri undangan—melainkan membawa semangat perubahan.
Di depan aula, spanduk besar bertuliskan “Perempuan Berdaya, Anak Hebat, Indonesia Kuat” membingkai panggung sederhana.
Tema itu menjadi napas dari sebuah workshop yang diinisiasi oleh Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo, berkolaborasi dengan Gabungan Organisasi Wanita (GOW).
Di tengah ratusan peserta yang memenuhi ruangan, Hj. Nurayati berdiri tenang. Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan MUI Probolinggo itu memulai sambutannya dengan suara yang lembut namun tegas.
“Perempuan bukan hanya pelengkap, tapi pondasi. Dari tangan seorang ibu, lahir generasi yang menentukan arah bangsa,” ucapnya.
Workshop ini tidak hanya berisi ceramah. Di dalamnya, ada ruang refleksi dan inspirasi—dengan narasumber inspirator asal Surabaya, Adri Suyanto, yang mengajak para peserta melihat kembali makna peran ibu di tengah derasnya arus modernitas.
Nurayati menjelaskan bahwa program ini lahir dari kegelisahan bersama. Banyak perempuan di akar rumput yang berperan besar di rumah tangga, namun belum sepenuhnya menyadari nilai strategis perannya dalam ketahanan moral dan sosial.
“Kita ingin perempuan punya kepercayaan diri, punya ilmu, tapi juga punya arah. Nilai-nilai keagamaan menjadi kompas agar pemberdayaan tidak kehilangan makna,” tuturnya.
Bagi Nurayati, pemberdayaan perempuan bukan hanya soal ekonomi atau pekerjaan, tetapi bagaimana perempuan menjadi benteng moral dalam keluarga.
Di sisi lain, Ketua GOW Kabupaten Probolinggo, Rita Erik Ugas Irwanto, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas organisasi. Ia percaya bahwa sinergi antara GOW dan MUI bisa melahirkan gerakan sosial yang berakar pada nilai-nilai moral dan spiritual.
“Kita ingin perempuan Probolinggo maju, tapi tetap berpijak pada nilai-nilai keagamaan. Perempuan yang berdaya bukan berarti meninggalkan kodrat, justru memperkaya peran,” katanya.
Rita menambahkan, forum semacam ini menjadi ruang saling belajar antarorganisasi. “Ketika GOW dan MUI berjalan bersama, maka isu-isu perempuan tak lagi berhenti di seminar. Akan ada tindak lanjut nyata—dari pelatihan ekonomi, parenting, hingga penguatan karakter remaja,” ujarnya.
Sosok Ning Umi Haniah Fahmi AHZ, Penasehat GOW Kabupaten Probolinggo, menjadi figur yang ditunggu. Dalam sambutannya, ia menuturkan pesan yang menyentuh.
“Anak-anak hebat lahir dari ibu yang kuat, berilmu, dan berakhlak. Dan ibu yang kuat adalah ia yang punya keseimbangan—antara hati, akal, dan iman,” katanya.
Bagi Ning Hani, kegiatan seperti ini lebih dari sekadar forum edukatif. Ia menyebutnya sebagai “ruang kebangkitan perempuan”, tempat di mana nilai agama, moral, dan semangat sosial bertemu dalam satu panggung.
Ia berharap GOW dan MUI menjadi pelopor gerakan perempuan di Probolinggo yang progresif, terbuka, namun tetap berakar pada nilai luhur.
Sore menjelang ketika acara ditutup. Namun semangat di wajah para peserta belum pudar. Mereka masih berbincang dalam kelompok kecil, mendiskusikan ide lanjutan, bahkan membuat rencana sederhana untuk menerapkan ilmu yang baru didapat di lingkungannya.
“Kami ingin membuat kelompok belajar kecil di desa. Supaya ibu-ibu bisa saling berbagi pengetahuan soal parenting dan pendidikan anak,” ujar salah satu peserta dari Kecamatan Dringu.
Nurayati tersenyum mendengar kabar itu. Baginya, inilah hasil yang sebenarnya: ketika sebuah forum tak berhenti di ruang rapat, tapi menumbuhkan gerakan sosial di lapangan.
“Pemberdayaan sejati dimulai ketika perempuan sadar bahwa ia punya kekuatan untuk mengubah dunia, dimulai dari rumahnya sendiri,” katanya pelan, menutup acara. (saw)