Probolinggo (WartaBromo.com) — Harga emas perhiasan yang terus merangkak naik menjadi salah satu penyebab meningkatnya inflasi di Kota Probolinggo pada Oktober 2025. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) memastikan laju inflasi masih berada dalam kondisi terkendali.
Kepala Perwakilan BI Malang, Febrina, menjelaskan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bulanan Kota Probolinggo mencapai 0,43 persen (month-to-month), naik dibanding September yang sebesar 0,28 persen.
Sementara secara tahunan, inflasi tercatat 2,83 persen (year-on-year), masih dalam rentang sasaran nasional sebesar 2,5 ± 1 persen.
“Inflasi Kota Probolinggo pada Oktober masih dalam batas wajar. Tekanan utamanya datang dari kenaikan harga emas perhiasan yang terus mengikuti tren kenaikan harga emas dunia,” ujar Febrina, Selasa (4/11/2025).
Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi tertinggi terjadi pada sektor Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Komoditas yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi adalah emas perhiasan (0,44 persen), telur ayam ras (0,07 persen), cabai merah (0,04 persen), dan rokok kretek mesin (0,02 persen).
“Lonjakan harga emas masih menjadi faktor dominan karena meningkatnya permintaan sebagai instrumen investasi aman di tengah ketidakpastian global,” jelas Febrina.
Selain emas, kenaikan harga telur ayam disebabkan oleh tingginya permintaan dan naiknya harga pakan ternak, terutama jagung.
Sedangkan untuk cabai merah, kenaikan harga dipicu oleh turunnya produksi di tengah meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Di sisi lain, beberapa komoditas justru mengalami penurunan harga dan membantu menekan inflasi, seperti cabai rawit (-0,03 persen), bawang merah (-0,01 persen), serta ikan layang dan ikan tongkol masing-masing (-0,01 persen).
“Panen raya dan terjaganya distribusi menjadi faktor penting yang menahan kenaikan harga komoditas pangan di pasar,” tambahnya.
Bank Indonesia menilai inflasi yang tetap stabil tak lepas dari koordinasi solid Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Probolinggo.
Berbagai langkah dilakukan selama Oktober, seperti pemantauan harga pangan pokok, pembukaan Warung Inflasi dan Toko Kopi Siaga, serta rakor mingguan bersama Kemendagri untuk mengantisipasi lonjakan harga menjelang akhir tahun.
Selain itu, TPID juga mengikuti Capacity Building dan Studi Banding ke Makassar, untuk memperkuat sinergi kebijakan antarwilayah dalam menjaga stabilitas harga pangan.
“Langkah-langkah ini terbukti efektif menjaga inflasi tetap dalam koridor aman,” ujar Febrina.
Sementara itu, Ekonom Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai tren kenaikan harga emas menunjukkan perubahan perilaku masyarakat yang mulai menjadikan emas sebagai instrumen investasi utama.
“Kecenderungan masyarakat membeli emas bukan hanya karena nilai estetika, tapi juga untuk melindungi nilai aset di tengah ketidakpastian ekonomi global,” ujarnya.
Menurut Joko, tren harga emas internasional yang terus naik memicu permintaan di pasar domestik, termasuk di wilayah Probolinggo. Hal inilah yang berdampak langsung terhadap inflasi di sektor perhiasan.
“Selama permintaan masih tinggi, harga emas cenderung sulit turun. Namun, inflasi yang bersumber dari pangan masih bisa dikendalikan berkat strategi distribusi dan informasi harga yang cepat dari pemerintah daerah,” tambahnya.
Meski inflasi terjaga, BI tetap mengimbau masyarakat agar bijak dalam berinvestasi dan berbelanja.
“Kami mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan antara investasi dan kebutuhan konsumsi harian,” tutup Febrina. (saw)





















