Probolinggo (WartaBromo.com) – Kehadiran alat berat di kawasan Lautan Pasir Bromo pada Selasa (25/11/2025) memicu kegaduhan di kalangan pelaku wisata dan warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Sejumlah pelaku jasa wisata mengaku terkejut setelah melihat aktivitas alat berat di kawasan konservasi tanpa penjelasan sebelumnya dari pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
“La ini…. Masyarakat adat terdampak, tidak tau apa-apa malah jadi sasaran wisatawan. Kalau ada papan kegiatan dan surat pemberitahuan tidak ramai seperti ini,” tutur Singgih, warga Tengger.
Kepala Desa Ngadisari, Sunaryono, mengatakan bahwa tidak ada pemberitahuan resmi terkait kegiatan tersebut. Kondisi itu membuat masyarakat bertanya-tanya mengenai tujuan pengerahan alat berat di jantung kawasan wisata utama Probolinggo.
“Sejak pagi banyak pihak menghubungi saya, terutama para pelaku wisata yang melihat alat berat di lokasi. Mereka bertanya alat itu untuk apa,” ujar Sunaryono, Kamis (27/11/2025).
Menurut informasi yang diterima pihak desa, alat berat tersebut digunakan untuk menggali jalur penanaman pipa dari Gunung Jantur menuju rest area.
Sunaryono menegaskan bahwa aktivitas itu bukan untuk kegiatan lain yang berpotensi merusak landscape alam Bromo.
Namun ketiadaan pemberitahuan resmi membuat masyarakat sempat curiga. Kekhawatiran muncul bahwa ada pengerjaan proyek yang bisa berdampak pada kelestarian Kawasan Lautan Pasir.
“Masyarakat jadi bertanya-tanya, jangan-jangan ada proyek yang bakal merusak alam. Itu terjadi karena tidak ada info yang kami terima, baik lisan maupun tertulis,” katanya.
Sunaryono mengaku telah berupaya menghubungi beberapa pejabat TNBTS, mulai dari kepala resort hingga kepala bidang, namun penjelasan yang diterima belum memberikan kepastian.
Ia menilai desa hanya membutuhkan pemberitahuan resmi terkait pelaksanaan pekerjaan untuk disampaikan kepada masyarakat.
“Kami hanya ingin surat pemberitahuan pekerjaan dimulai, sehingga kami bisa memberikan informasi yang benar kepada masyarakat. Itu saja kok sulit,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa hingga Kamis pagi, pihak humas TNBTS belum memberikan konfirmasi apa pun. Komunikasi baru berkembang setelah ia menghubungi kepala resort, namun justru memunculkan perdebatan lanjutan.
“Setelah itu saya diberi nomor humasnya, tapi malah terjadi perdebatan panjang lagi lewat telepon,” ungkapnya.
Karena wilayah tersebut berada dalam kawasan pengelolaan TNBTS, pihak desa menilai pemberitahuan resmi seharusnya diberikan oleh otoritas taman nasional.
Jika hingga waktu tertentu tidak ada kejelasan, Sunaryono mengaku akan menyerahkan persoalan ini kepada masyarakat adat Tengger.
“Kami tunggu sampai hari ini. Kalau tetap tidak ada pemberitahuan, saya akan serahkan persoalan ini ke masyarakat adat,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa surat pemberitahuan sangat dibutuhkan untuk meredakan keresahan warga, terutama pelaku wisata yang menggantungkan penghasilan dari aktivitas di Bromo.
“Kami hanya ingin kejelasan untuk disampaikan kepada masyarakat dan para pelaku usaha agar tidak muncul salah paham,” ujarnya. (lai/saw)





















