Probolinggo (WartaBromo.com) – Pemerintah Kota Probolinggo memperkuat kesiapan Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG) demi menjamin layanan Makanan Bergizi Gratis (MBG) bagi puluhan ribu penerima manfaat. Dari kelengkapan SOP hingga rantai pasokan lokal, seluruh detail teknis dievaluasi agar distribusi aman, merata, dan tepat sasaran.
Untuk itu, Pemerintah Kota Probolinggo menggelar Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Gedung Command Center, Senin (1/12/2025). Rapat ini secara khusus membedah kesiapan dan perbaikan teknis di tingkat Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG).
Mengingat jumlah penerima manfaat MBG di Kota Probolinggo mencapai 77.896 orang, dengan 33.992 siswa yang saat ini terlayani melalui 12 SPPG aktif. Pemkot menargetkan jumlah itu meningkat menjadi 26 SPPG untuk memenuhi kapasitas maksimal 2.500 penerima per satuan.
Pj Sekda Kota Probolinggo, Rey Suwigtyo menegaskan bahwa evaluasi dilakukan untuk memperbaiki kualitas layanan, bukan mencari kesalahan penyedia.
“Tujuan evaluasi hari ini bukan nyari-nyari kesalahan, tapi memperbaiki kesalahan. Di tingkat kota, kita pastikan yang tidak selaras di lapangan segera dibenahi,” ujarnya.
Rey meminta seluruh SPPG memperkuat aspek sanitasi, menerapkan SOP secara ketat, hingga memastikan dapur selalu dalam kondisi higienis.
Mulai dari masker, sarung tangan, kebersihan alat, hingga pengelolaan sampah yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup. Semua langkah itu, katanya, menjadi kunci keselamatan bagi para penerima manfaat.
Wakil Wali Kota Probolinggo, Ina Dwi Lestari, menegaskan bahwa pemerintah kota sangat berhati-hati dalam menjalankan program MBG karena risiko langsungnya berkaitan dengan kesehatan siswa sebagai penerima manfaat.
“Pemkot Probolinggo tidak ingin ada kasus seperti di daerah lain. Sasaran utamanya adalah keamanan penerima manfaat, dan pelaksanaannya harus transparan,” jelasnya.
Ina menambahkan, program MBG tidak hanya memenuhi standar gizi harian siswa, tapi juga menggerakkan ekonomi lokal melalui pemanfaatan bahan pangan dari pelaku usaha setempat. “Kami mendorong agar rantai pasokan berasal dari petani dan pemasok lokal,” katanya.
Salah satu perwakilan SPPG menjabarkan mekanisme respon cepat bila terjadi insiden pada penerima manfaat. Mulai dari menghentikan distribusi, menghubungi petugas lapangan, koordinasi dengan puskesmas, hingga pemeriksaan jumlah siswa terdampak. “Kalau lebih dari satu orang, itu KLB. Kalau satu, bisa dari luar,” ujarnya.
SPPG juga diwajibkan menyiapkan satu porsi cadangan sebagai sampel uji untuk memastikan keamanan pangan, yang kemudian dicatat dan dilaporkan kepada tim gizi.
Perwakilan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP), Yudha, memaparkan kondisi neraca pangan daerah dari Januari hingga Oktober. Hampir seluruh bahan dinyatakan aman, kecuali cabai rawit yang membutuhkan perhatian lebih. DKPPP memastikan sebagian besar kebutuhan untuk penerima manfaat MBG jenjang SMP telah tersalurkan.
Koordinator SPPG Badan Gizi Nasional, Rio, menyampaikan bahwa kapasitas ideal SPPG dibatasi maksimal melayani 2.500 penerima manfaat. Ia mengapresiasi pendampingan Pemkot yang terus memperkuat kesiapan seluruh satuan.
Kepala BPS Kota Probolinggo, Mouna Sri Wahyuni, menegaskan bahwa MBG tidak hanya menargetkan kecukupan gizi para penerima manfaat, tetapi juga menjadi instrumen jangka panjang untuk menekan kemiskinan dan ketimpangan. BPS ikut dalam survei monitoring dan evaluasi tahap 1 dan 2.
Dari Polres Probolinggo Kota, Fauzi menyerukan perlunya pemetaan pangan detail untuk mencegah kekurangan bahan baku. Ia mendorong optimalisasi lahan pemerintah sebagai sumber komoditas strategis sekaligus mengingatkan perlunya kontrol harga di tingkat penyedia agar tidak terjadi monopoli.
Perwakilan Kejaksaan Negeri Kota Probolinggo menegaskan bahwa MBG dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga kejaksaan berkewajiban melakukan pendampingan. “Filter pertama ada di kepala SPPG. Data harus akurat untuk mencegah kebocoran anggaran,” tegasnya. (saw)





















