Surabaya (WartaBromo.com) – Gelombang penolakan terhadap rencana pembangunan Batalyon 15 Marinir TNI Angkatan Laut di Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, terus bergulir. Forum Komunikasi Tani Antar Desa (Fakta) Kecamatan Nguling mendatangi Komisi A DPRD Jawa Timur untuk menyuarakan aspirasi tersebut dalam audiensi yang digelar di Gedung DPRD Jatim, Rabu (17/12/2025).
Rombongan Fakta diterima langsung oleh Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansya, bersama sejumlah anggota komisi yang membidangi pemerintahan dan hukum. Dalam pertemuan itu, perwakilan warga meminta agar pembangunan dihentikan sementara serta lokasi batalyon dipindahkan ke area yang lebih jauh dari permukiman penduduk.
Ketua Fakta, Lasminto, menyampaikan bahwa rencana pembangunan tersebut menimbulkan kekhawatiran serius bagi warga. Ia mengingatkan pengalaman pahit di masa lalu ketika aktivitas militer berdampak langsung pada keselamatan masyarakat.
“Pembangunan ini sangat dekat dengan rumah warga. Jika batalyon berdiri, pasti ada latihan perang dan latihan tembak. Kami punya trauma, karena sejak 2007 ada 21 warga yang menjadi korban peluru nyasar,” ujar Lasminto di hadapan Komisi A.
Ia menambahkan, sedikitnya terdapat 10 desa yang berpotensi terdampak di kawasan tersebut, dengan total sekitar 21 ribu kepala keluarga. Desa Sumberanyar, Kecamatan Nguling, yang menjadi titik vital rencana pembangunan Batalyon 15 Marinir, dinilai sebagai wilayah padat penduduk yang tidak layak untuk aktivitas militer berskala besar. Lasminto berharap audiensi ini menjadi langkah awal untuk mencari solusi yang menguntungkan semua pihak.
Menanggapi aspirasi warga, Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansya, menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah konkret. Dalam waktu dekat, Komisi A berencana menjalin komunikasi langsung dengan jajaran Lantamal TNI AL.
“Kami akan segera mengomunikasikan persoalan ini. Minimal semua pihak menahan diri agar tidak terjadi gesekan, dan hak-hak masyarakat tetap terpenuhi,” kata Dedi.
Ia juga memastikan bahwa Komisi A akan memfasilitasi hearing lanjutan guna mencari solusi terbaik atas sengketa lahan antara warga dan TNI AL di Desa Sumberanyar.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Jatim, Naufal Alghifary, menilai konflik tersebut telah berlangsung cukup lama.
“Sejak 1963 hingga hari ini, pembangunan tetap berjalan dan ini sangat miris. Ada 10 desa yang merasa terintimidasi, bahkan pernah terkena peluru nyasar. Permintaan masyarakat sederhana, jangan bangun di permukiman warga,” tegasnya.
Naufal mengusulkan adanya pemerataan lahan sekitar 40 hektare sebagai upaya mencapai solusi yang adil dan saling menguntungkan antara warga dan negara.
Hal senada disampaikan anggota DPRD Jatim dari Dapil Pasuruan–Probolinggo, Multazamudz Dzikri. Ia menekankan pentingnya kehadiran negara dalam menyelesaikan konflik ini.
“Pemerintah wajib hadir. Negara tidak boleh diam. Keadilan harus ditegakkan, dan apapun caranya kita akan mencari solusi terbaik,” ujarnya, seraya mengimbau semua pihak untuk menahan diri demi mencegah terjadinya korban lebih lanjut.





















