Tosari (WartaBromo.com) – Petani sayur di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, mengeluhkan kelangkaan pupuk yang terjadi hampir dua tahun terakhir, di tengah anjloknya harga jual sayuran. Kondisi tersebut dinilai semakin memberatkan petani, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang biasanya menjadi momentum kenaikan harga.
Eko Purwanto, petani asal Dusun Jetak, Desa Podokoyo, mengatakan para petani kesulitan mendapatkan pupuk karena wilayah Tosari sudah tidak lagi menerima pupuk subsidi. Kebijakan tersebut diduga diterapkan karena mayoritas petani di kawasan lereng Bromo merupakan petani sayur.
“Kalaupun ada pupuk, harganya mahal. Bisa mencapai Rp250 ribu sampai Rp350 ribu per sak ukuran 50 kilogram,” ujar Eko, Rabu (18/12/2025).
Menurutnya, kondisi kelangkaan pupuk tersebut sudah dirasakan petani sayur di Tosari hampir dua tahun terakhir.
Selain persoalan pupuk, petani juga dihadapkan pada merosotnya harga jual sayuran. Hal senada disampaikan Yoga, petani muda asal Desa Podokoyo. Ia menyebut harga sawi bulat yang biasanya mencapai Rp4.000 per kilogram kini turun drastis menjadi Rp2.000, bahkan sempat menyentuh Rp1.000 per kilogram.
“Harga kentang juga ikut turun. Biasanya Rp9.000 sampai Rp10.000 per kilogram, sekarang hanya sekitar Rp6.500 sampai Rp7.000. Bawang prei juga anjlok, sekarang sekitar Rp3.000, padahal akhir tahun lalu bisa sampai Rp12.000 per kilogram,” ungkap Yoga.
Para petani mengaku penurunan harga tersebut di luar perkiraan. Pasalnya, setiap menjelang akhir tahun dan momentum Nataru, harga komoditas pertanian umumnya cenderung stabil atau justru mengalami kenaikan. Namun, kondisi tahun ini justru berbanding terbalik.
Yoga menduga anjloknya harga sayuran dipengaruhi sejumlah faktor, di antaranya terganggunya distribusi akibat banjir di wilayah perkotaan serta melimpahnya pasokan sayuran dari daerah lain.
Di sisi lain, musim hujan dengan curah hujan tinggi juga menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi petani kentang. Tanaman kentang dinilai cukup sensitif terhadap hujan berlebihan karena rentan membusuk dan terserang penyakit.
“Sekarang hasil panen menurun, tapi harga malah anjlok. Biasanya setengah hektare bisa panen sampai lima ton, sekarang paling hanya sekitar dua ton,” kata Eko.
Ia menambahkan, kondisi tersebut membuat petani mengalami kerugian cukup besar sepanjang tahun ini. Meski demikian, para petani berupaya tetap bertahan.
“Namanya petani, ya disyukuri saja, Mas. Itu yang bisa kita lakukan,” ucapnya.
Keluhan serupa juga disampaikan Isa, petani asal Desa Wonokitri. Ia menilai anjloknya harga sayuran tahun ini merupakan yang terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Anjloknya harga sayuran tahun ini paling parah, Mas,” ujarnya singkat saat ditemui di kebun sayur miliknya. (fir/red)





















