Seni dan Filosofi Pengangguran

41

Anak-anak muda, selepas SMA sebaiknya tidak usah kuliah. Lebih baik ikut les dan kursus-kursus biar punya skill. Sebab jika terlanjur menjadi sarjana, akan pilih-pilih pekerjaan dan lebih memilih menjadi pengangguran daripada menjadi pegawai rendahan.”

Oleh : Abdur Rozaq

Jam sembilan pagi, saat pasar sedang ramai-ramainya, saat pekerja kantoran sedang sibuk bahkan pengamen badut sudah bermandi peluh, rakyat di kampung Cak Manap malah berpesta di warung kopi. Srupat-sruput kopi, sedal-sedul rokok murah, bahkan cekakaan ngerasani pemerintah.

Padahal, meski orang kampung, banyak di antara mereka yang berijazah tinggi. Mahmud Wicaksono tukang cukur rambut, lulusan sarjana. Cak Paijo LSM, lulusan sarjana, meski tak jelas entah di universitas mana. Banyak juga di antara mereka yang lulusan sekolah kejuruan, tapi pengangguran.

Melihat begitu “santainya” para pengangguran itu, seakan negara Cak Manap sudah benar-benar gemah ripah loh jinawi. Alangkah majunya peradaban negara Cak Manap, tukang cukurnya saja seorang sarjana.

Mengapa mereka begitu santai, padahal jeragan wedok alias istri mereka pasti sudah berkali-kali memberi somasi, bahkan pakta integritas sebelum mengajukan gugatan ke kantor pengadilan agama. Bagaimana dengan anak-anak mereka yang merengek minta uang jajan, meminta iuran sekolah meski konon pendidikan sudah gratis? Bagaimana dengan skin care para jeragan wedok? Diam-diam, para pengangguran resmi dan pengangguran terselubung itu telah menguasai seni dan filosofi menganggur.

“Sebenarnya, hampir sepanjang tahun kepala terasa mau pecah,” ujar Mahmud Wicaksono, pengangguran terselubung itu. Ia memang membuka lapak cukur rambut, tapi selalu sepi pelanggan. Seseorang dicurigai telah nyawur lemah kuburan, sehingga lapak Mahmud Wicaksono selalu nampak tutup meski selalu buka. Apalagi, dalam setahun terakhir, tiba-tiba juga berdiri lapak-lapak cukur rambut di kampung itu. Orang-orang menjiplak ide kreatif Mahmud Wicaksono, dan sebagai maestro, malah Mahmud Wicaksono malah gulung tikar. Dari enam lapak cukur rambut di kampung itu, hanya satu yang ramai, konon karena menggunakan ilmu pesugihan. Sisanya, semua lapak cukur rambut sepi karena pelanggan dibagi-bagi.

“Sebagai pengangguran terselubung, saya harus total menghayati peran. Saat istri ngomel, saya macak gendeng. Sesekali saya doktrin dengan ilmu tasawuf, bahwa sabar, tawakkal dan qonaah itu wajib hukumnya. Jika istri saya tetap tantrum karena jenuh terus saya doktrin dan ngamuk, saya tinggal ke warung kopi. Kalau tak punya uang untuk membayar kopi, saya ngutang dulu sama Cak Sueb. Mengapa Cak Sueb tetap percaya, karena saya tak pernah neko-neko. Selalu menjadi pelanggan yang baik dan tidak lupa kacang pada kulitnya. Sesekali jika terpaksa, Cak Sueb saya suwuk agar lupa jika bon-bonan kopi saya sudah menumpuk.”

“Makanya, sebaiknya para buruh pabrik yang gajinya sudah UMR, jangan terlalu banyak demo. Sudah untung punya pekerjaan, sudah untung gajinya lumayan. Sebaiknya mereka rela dipulosoro, karena memang begitulah resiko orang mencari rejeki. Kalau ingin bisa mengatur jam kerja, ingin kerja sak karepe dewe, ya bikin usaha sendiri.”

“Makanya hampir semua orang di negara kita ini, cita-citanya ingin jadi pegawai pemerintah. Selain gajinya selalu naik, banyak tunjangan, jam kerjanya bisa diatur sesuai selera, kantornya bisa dipindah ke warung kopi bahkan ke arena sabung ayam dan yang terpenting tak ada pemecatan. Se ndableg apapun seorang pegawai, jika terlanjur punya nomor induk pekerja, bisa bekerja semaunya asal sering-sering membawa durian ke rumah atasan.”

“Para sarjana, sebaiknya jangan jadi guru, penulis, dosen, wartawan, atau pekerja ilmiah lainnya. Di negara Cak Manap ini, kepintaran tak belum bisa dihargai. Guru dan dosen lebih dihargai konten kreator nggak jelas. Orang boleh plonga-plongo, asal punya koneksi atau keluarga orang penting, akan baik nasibnya. Sebaiknya, anak-anak muda jangan bercita-cita jadi pegawai semua. Harus ada yang bertani, menjadi pedagang, membuka cukur rambut, les pjiat refleksi atau sekolah dukun. Sebaiknya mencari pekerjaan yang anti mainstream biar tidak mudah ditiru.”

“Anak-anak muda, selepas SMA sebaiknya tidak usah kuliah. Lebih baik ikut les dan kursus-kursus biar punya skill. Sebab jika terlanjur menjadi sarjana, akan pilih-pilih pekerjaan dan lebih memilih menjadi pengangguran daripada menjadi pegawai rendahan.”

“Dan yang terpenting, jika terpaksa menjadi pengangguran, kita harus mendalami seni menganggur, merenungkan filosofi pengangguran dan menikmati pengangguran itu sebagai karunia. Sebab di Jepang sana, banyak orang kendat gara-gara depresi oleh tekanan pekerjaan.”

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.