Probolinggo (WartaBromo.com) — Sedikitnya 33.841 warga Kabupaten Probolinggo mendadak dinonaktifkan dari kepesertaan BPJS Kesehatan, menyusul kebijakan baru pemerintah pusat.
Jumlah ini merupakan bagian dari 7,4 juta peserta PBI Jaminan Kesehatan (PBI JK) di seluruh Indonesia yang dihentikan layanannya oleh Kementerian Sosial (Kemensos) RI sejak Mei 2025.
Langkah tersebut diambil setelah pemerintah mengalihkan basis data penyaluran bantuan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke sistem baru, yakni Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Perubahan ini tertuang dalam SK Mensos Nomor 80 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025.
Ketua Jamkeswatch Kabupaten Probolinggo, Edi Suprapto, mengungkapkan bahwa penonaktifan tersebut melonjak drastis dibanding bulan-bulan sebelumnya.
“Biasanya hanya 4.000–5.000 peserta per bulan. Tapi pada Mei, langsung melonjak jadi 33.841. Ini mengkhawatirkan,” kata Edi, Selasa (2/7/2025).
Ia mengingatkan agar kebijakan tersebut disertai jaminan pengganti yang memadai, terutama bagi masyarakat miskin dengan riwayat penyakit kronis atau kondisi mengancam jiwa.
“Kalau tidak ada intervensi dari APBD, warga bisa telantar. Jangan sampai pemerintah daerah dan pusat saling lempar tanggung jawab,” tegasnya.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo, Rachmad, menyatakan bahwa kebijakan ini berdasarkan hasil pemetaan desil ekonomi warga.
“Yang berada di desil 6 sampai 10 dianggap tidak lagi memenuhi kriteria miskin. Hanya desil 1 sampai 5 yang berhak mendapat BPJS PBI,” jelas Rachmad.
Namun, ia menambahkan bahwa peserta yang dinonaktifkan masih bisa diaktifkan kembali, asalkan memenuhi ketentuan, seperti mengalami penyakit berat atau kondisi darurat medis.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Probolinggo, Rendra Hadi Kusuma, menyoroti lemahnya koordinasi antarinstansi. Ia juga menuntut adanya audit serta pengawasan ketat.
“Kita tidak bisa terus menyalahkan rumah sakit atau puskesmas. Ternyata, BPJS Kesehatan juga punya andil dalam pelayanan yang buruk,” ujar Rendra dalam rapat koordinasi bersama mitra kesehatan.
Rendra juga menyinggung fenomena pasien yang dipulangkan sebelum sembuh karena klaim BPJS tersendat. Menurutnya, kejadian ini harus diusut tuntas karena tidak semua rumah sakit patuh pada aturan.
“Kalau ada oknum rumah sakit nakal, BPJS harus tegas. Tapi juga jangan digeneralisasi. Pengawasan harus dilakukan bersama,” tegasnya.
DPRD menegaskan komitmennya untuk mengawal kebijakan ini hingga ke akar masalah. Bila ditemukan pelanggaran atau penyimpangan, lembaga legislatif akan menempuh jalur pengawasan formal.
“Kalau memang dasar hukumnya SK atau Inpres, kami akan dalami dan minta klarifikasi. Tapi yang jelas, kami akan kawal penuh kepentingan masyarakat, terutama yang terdampak langsung,” tutup Rendra. (saw)