Pasuruan (WartaBromo.com) – Fenomena “Sound Horeg Haram” mencuat dan ramai dibahas di media sosial setelah seorang ulama sekaligus Mushohhih KH Muhibbul Aman Aly menyatakan bahwa sound horeg haram secara mutlak.
Pernyataan ini bukan sekadar opini pribadi, melainkan hasil dari forum Bahtsul Masail yang digelar dalam Forum Satu Muharram (FSM) pondok pesantren se-Jawa Madura. Di balik keputusan ini, banyak orang mencari tahu tentang apa dan bagaimana Bahtsul Masail itu.
Dilansir dari nu.or.id, berikut penjelasannya:
Apa Itu Bahtsul Masail?
Bahtsul masail adalah forum diskusi ilmiah yang melibatkan para ahli dalam bidang keilmuan Islam. Di forum ini, persoalan-persoalan kontemporer yang belum ada fatwanya akan dikaji dan dibahas secara mendalam, lintas disiplin keilmuan Islam seperti fikih, ushul fikih, hadist, dan lainnya.
Walaupun bersifat lokal dalam pelaksanaannya, bahtsul masail memiliki fondasi ilmiah dan akademik yang kuat. Proses diskusinya pun sangat terstruktur, bahkan seringkali menghasilkan keputusan atau rekomendasi hukum yang dijadikan rujukan oleh warga Nahdliyyin.
Menurut A Khoirul Anam dalam sebuah diskusi di Sekretariat Islam Nusantara Center (INC), Tangerang Selatan, istilah bahtsul masail di lingkungan NU sejatinya adalah pengganti dari istilah istinbath dan ijtihad.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh KH Sahal Mahfudh, bahwa karena kedua istilah tersebut dianggap terlalu “wah” atau berat digunakan di lingkungan pesantren, maka lahirlah istilah “bahtsul masail”.
“Lingkungan NU tidak berani memakai istilah itu (istinbath atau ijtihad), maka dibuatlah istilah bahtsul masail,” jelas Anam.
5 Keunikan Batsul Masail yang Membuatnya Istimewa
1. Konsep Jama’i
Keunikan pertama dari bahtsul masail adalah prosesnya yang kolektif (jama’i). Dalam tradisi ini, keputusan hukum Islam tidak ditentukan oleh satu orang kiai saja, tetapi melalui diskusi bersama banyak ahli.
Pendekatan ini menjamin bahwa keputusan yang diambil telah melalui banyak pertimbangan dari berbagai sudut pandang keilmuan.
2. Tidak Langsung Mengutip Al-Qur’an dan Hadist
Keunikan kedua adalah tidak langsung merujuk kepada Al-Qur’an atau Hadist dalam menetapkan hukum. Hal ini karena Al-Qur’an memiliki banyak tafsir dan makna, dan jika dikutip secara langsung tanpa pemahaman mendalam, bisa menimbulkan penafsiran yang keliru.
3. Merujuk Pendapat Ulama Secara Qouliyah
Tradisi bahtsul masail sangat menekankan pada penggunaan pendapat ulama terdahulu (qouliyah). Para peserta forum biasanya menghubungkan fatwa lama dengan konteks masalah yang sedang dibahas.
Walaupun kadang dinilai kurang inovatif oleh sebagian pihak, pendekatan ini sah secara akademik karena mengikuti metode studi literatur.
4. Sering Mengutip Hanya Teks Berbahasa Arab
Keunikan berikutnya adalah kecenderungan hanya mengutip kitab-kitab berbahasa Arab. Ini menjadi problematis karena banyak ulama besar NU yang menulis dalam bahasa Indonesia atau Pegon. Sayangnya, karena tidak berbahasa Arab, karya-karya tersebut jarang dikutip.
5. Anggota Forum Tidak Tetap
Adapun yang terakhir adalah keanggotaan forum bahtsul masail bersifat dinamis. Anggota yang hadir di setiap forum bisa berbeda-beda, namun semuanya dipastikan memiliki kecakapan di bidang keilmuan Islam.
Di tingkat nasional, PBNU memiliki Lembaga Bahtsul Masail sebagai penyelenggara forum, namun yang menjadi peserta adalah para kiai dari berbagai pesantren NU. (jun)