Dingin Menusuk Meski Kemarau! BMKG Ungkap Penyebab Bediding dan Embun Beku di Jawa

33

Probolinggo (WartaBromo.com) — Suhu udara belakangan ini terasa makin menggigit, terutama saat malam hingga pagi hari, meski Indonesia tengah berada di puncak musim kemarau.

Fenomena ini dikenal masyarakat dengan sebutan “bediding”—udara dingin menusuk tulang, khas kemarau tropis.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut bediding sebagai gejala alamiah yang rutin terjadi pada puncak musim kemarau, khususnya di wilayah selatan ekuator seperti Jawa, Bali, NTB, dan NTT.

Menurut Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, suhu dingin ini dipicu oleh beberapa faktor atmosferik, seperti minimnya tutupan awan, rendahnya kelembapan udara, serta tiupan angin muson timur dari Australia yang tengah mengalami musim dingin.

“Angin dari Australia bersifat kering dan dingin. Saat melintasi Indonesia, suhu jadi turun drastis, apalagi di dataran tinggi,” jelas Guswanto dalam siaran RRI Pro 3, Jumat (11/7/2025).

Di kawasan dataran tinggi seperti Dieng, suhu minimum harian tercatat terus menurun. Bahkan pada Rabu (9/7), suhu di kawasan Candi Arjuna tercatat 10,3°C, sementara suhu di permukaan rumput turun hingga 9,02°C.

BMKG bahkan memprediksi suhu di wilayah tinggi bisa menyentuh 0–5°C pada Agustus mendatang. Selain Dieng, kondisi itu juga terjadi di Bromo.

Tak hanya itu, fenomena embun upas atau embun beku mulai muncul di pucuk-pucuk rumput Bromo, yang berpotensi merusak tanaman warga. Wilayah ini sendiri dikenal sebagai sentra produksi sayur.

Embun beku yang muncul tiap tahun ini menjadi ancaman rutin bagi petani setempat. “Embun upas bisa mengganggu pertanian. Istilah ‘upas’ itu dari kata racun karena bisa membakar tanaman,” ujar Guswanto.

Tidak Ada Hubungan dengan Aphelion
BMKG menegaskan bahwa penurunan suhu ini tidak ada kaitannya dengan fenomena aphelion, yakni saat bumi berada di titik terjauh dari matahari.

Meski terjadi pada Juli, pengaruh aphelion terhadap suhu bumi sangat kecil, hanya berbeda sekitar 3 persen dari jarak normal.

Penyebab utama dinginnya suhu adalah faktor meteorologis lokal, seperti langit cerah tanpa awan sehingga panas bumi cepat hilang pada malam hari, serta minimnya uap air di atmosfer yang biasanya berperan menahan panas.

Suhu yang dingin di pagi hari, disusul cuaca terik saat siang, berisiko terhadap kesehatan. Guswanto mengimbau masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh, cukup asupan air dan makanan bergizi, serta mengenakan pakaian hangat saat malam hari.

“Cuaca seperti ini bisa sebabkan flu, batuk, pilek. Harus jaga stamina,” ucapnya.

Menariknya, musim kemarau 2025 ini disebut tak sepenuhnya kering. BMKG mencatat bahwa sebagian besar wilayah mengalami “kemarau basah”, yaitu musim kemarau dengan curah hujan yang masih cukup tinggi.

Kondisi ini dipicu oleh hangatnya suhu muka laut dan aktivitas gelombang atmosfer. Fenomena ini diprediksi bertahan hingga Oktober 2025, dan bisa memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor di sejumlah wilayah.

BMKG memprediksi fenomena bediding akan berakhir sekitar awal September, seiring masuknya masa transisi menuju musim hujan. (saw)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.