Senyum, Pelukan, dan Duet Baru PCNU Kraksaan

54

Senyum itu merekah tepat saat nama KH Hafidzul Hakim Noer diumumkan sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Kraksaan pada Minggu (14/92025).

Di depan ‘ndalem’ KH Abdul Wasik Hannan, pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Wakil Bupati Probolinggo Fahmi AHZ berdiri, lalu memeluk erat sang pemenang.

Pelukan hangat itu bukan sekadar ungkapan suka cita, tapi juga simbol harapan baru bagi NU Kraksaan lima tahun ke depan.

S. Adi Wardhana, Probolinggo

Sekitar pukul 16.48 WIB, Fahmi—yang akrab dipanggil Ra Fahmi—segera merangkul Gus Hafid, begitu hasil sidang pemilihan diketuk palu.

Pelukan itu seakan melukiskan rasa lega sekaligus harapan baru. Gus Hafid, yang selama ini dikenal sebagai Khadimul Majelis Syubbanul Muslimin sekaligus bagian dari keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Qadim Paiton, resmi memikul amanah besar.

“Dengan menyebut nama Allah, saya bersedia menjalankan amanah ini,” kata Gus Hafid lantang, dengan nada suara yang nyaris menutup riuh tepuk tangan peserta.

Dinamika pemilihan sebenarnya cukup menarik. Dari 14 MWCNU yang memiliki hak suara, 13 hadir. Dua nama bersaing: Gus Hafid dan H. Fauzan Hafidzi.

Hasilnya cepat terbaca: Gus Hafid unggul jauh dengan 11 suara, sementara Fauzan hanya memperoleh 2 suara.

Sebelum masuk tahap final, Fauzan memilih mundur dengan legowo. Forum lantas menetapkan Gus Hafid secara aklamasi. Gus Hafid menggantikan estafet kepemimpinan dari H. Achmad Muzammil.

Berbeda dengan pemilihan Ketua Tanfidziyah, pemilihan Rais Syuriyah berlangsung melalui mekanisme Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA).

Mereka antara lain KH Hasan Mutawakkil Alallah (Pesantren Genggong), KH Zuhri Zaini (Pesantren Nurul Jadid Paiton), KH Munir Cholili (Pesantren Rofi’atul Islam Al-Munir), KH Ahsan Bahrul Ulum (Pesantren Ainul Hasan), serta KH Wasik sendiri.

Tim Ahwa yang beranggotakan para kiai sepuh dari sejumlah pesantren besar, kembali mempercayakan tongkat kepemimpinan kepada KH Abdul Wasik Hannan. Dengan tenang, Kiai Wasik menandatangani akta kesediaannya.

“Di NU tidak ada jabatan, yang ada adalah khidmat. Amanah ini harus dijalankan dengan ikhlas dan menjaga persatuan,” kata Kiai Wasik dengan tegas.

Di luar sidang, suasana Konfercab terasa lebih dari sekadar forum organisatoris. Kiai muda dari berbagai pesantren terlihat bercengkerama.

Nama-nama besar hadir: KH Ahsan Qomaruzzaman dari Pesantren Genggong, KH Syamsul Arifin dari Ponpes Kanzus Shalawat, KH. Syamsul Hadi dari Ponpes Nurul Qadim hingga kiai-kiai muda dari pelosok Probolinggo.

Wajah mereka menandakan optimisme bahwa NU Kraksaan tengah memasuki fase baru: memadukan energi muda dengan kebijaksanaan ulama sepuh.

Bupati Probolinggo, dr. M Haris atau Gus Haris, ikut memberi warna dalam konferensi itu. Ia mengingatkan pentingnya sinergi NU dengan pemerintah daerah, terutama dalam bidang pendidikan dan ekonomi pesantren.

“Ada sekitar 320 pesantren di Probolinggo. Potensi santri sangat besar untuk melahirkan calon pemimpin masa depan,” ujarnya.

Sementara itu, KH Hasan Mutawakkil Alallah, Wakil Rais PWNU Jatim sekaligus pengasuh Pesantren Genggong, yang membuka konferensi secara resmi, menitipkan tiga pesan penting: menjaga akhlak, berkhidmat untuk umat, dan membela kepentingan masyarakat.

“Kepemimpinan NU harus mampu membangun harmoni dengan pemerintah daerah demi maslahat bersama,” ucapnya.

Konfercab ke-XIV NU Kraksaan pun menutup tirai dengan satu kepastian: duet senior-yunior, Kiai Wasik dan Gus Hafid, akan memimpin lima tahun ke depan.

Sebuah kombinasi yang diyakini menjadi titik temu antara pengalaman panjang dan semangat baru. Dan bagi Ra Fahmi yang tak henti tersenyum sejak sore itu, pelukan hangat dengan Gus Hafid barangkali menjadi isyarat bahwa perjalanan NU Kraksaan baru saja dimulai.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.