Kisah Keluarga Miskin di Probolinggo Berbagi Tempat Tinggal dengan Sapi

1385

Sumber (wartarbomo) – Selama empat tahun terakhir, Ngati (30), warga Dusun Pojok 1, Desa Pandansari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo, hidup berbagi tempat tinggal dengan sapi milik warga yang mereka pelihara. Selama empat tahun atau sejak rumahnya rusak dan tidak mampu memperbaiki, ia tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah setempat untuk mendapat tempat tinggal yang layak.

Keluarga di Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo berbagi rumah tinggal dengan sapi. Foto: Sundari AW
Keluarga di Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo berbagi rumah tinggal dengan sapi. Foto: Sundari AW

Untuk menjangkau rumah Ngati yang sekaligus sebagai kandang sapi, diperlukan waktu sekitar satu jam, dari kantor kecamatan Sumber. Jalanan menuju lokasi tersebut, juga tak semulus jalanan di kota. Penuh lubang, tanjakan dan turunan curam. Jika tidak hati-hati, kendaraan bisa saja tergelincir.

Sesampai di lokasi, Rabu (7/12/2016), wartabromo.com, hanya menemukan dapur beratap terpal yang sudah koyak, serta tumang, atau tungku untuk memasak. Suasana begitu sepi, maklum ketika siang, warga di perkampungan ini memang tengah sibuk ke ladang.

Baca Juga :   SK Gubernur Turun, Tiga Anggota FPKNU akan Segera di-PAW

Sesaat kemudian, Ngati datang bersama dengan Anggara (10), putranya. Ya, sehari-hari Ngati memang tinggal dengan putra semata wayangnya, dan suaminya, Bambang (40). “Ya begini ini rumah kami. Kalau hujan harus tidur dengan duduk. Karena atap bocor semua,” katanya, seraya menunjukkan bilik tempat tidurnya.

Ia terpaksa harus berbagi ruangan dengan sapi, karena tidak ada lagi tempat untuk berteduh. Kehidupan semacam ini, ia jalani selama empat tahun terakhir. Untuk menyambung hidup, ia harus bekerja sebagai buruh cangkul di sawah-sawah tetangganya. Upah sebesar Rp 25 ribu itu, kemudian digunakannya untuk menyambung hidup.

Dikatakannya, upah yang didapatnya itu hanya cukup untuk membeli makan dalam sehari, dengan anak dan suaminya. Karena itu pula, Anggara putus sekolah saat masih di bangku sekolah dasar kelas 1. “Tidak cukup untuk sekolah. Kalau anaknya sendiri, masih bersemangat. Apalagi melihat temannya berangkat ke sekolah,” ujar Ngati, dalam bahasa jawa yang kental.

Baca Juga :   Brak! Vixion vs Grand, Satu Nyawa Melayang

Sementara itu, Hermi (35), salah satu tetangganya, mengaku tidak bisa berbuat banyak, dengan kenyataan hidup yang dihadapi tetangganya. Namun demikian, pihaknya sering membantu, dengan cara memberi makanan atau beras, untuk bisa dikonsumsi Ngati dan keluarganya.

Bahkan, para tetangga sempat melakukan urunan, untuk membelikan bahan bangunan, dan merenovasi rumah Ngati. “Bagaimana lagi, kami pun juga mengalami permasalahan ekonomi, tidak bisa membantu banyak,” kata Hermi. (saw/fyd)