Sudah Bentuk Tim ‘Gemuk’ PLTU Paiton Gagal Selamatkan Hiu

1163
Foto dok. PLTU Paiton

Pasuruan (wartabromo) – Setelah terperangkap sejak 31 Januari 2015, hiu paus yang dalam kanal PLTU Paiton, Probolinggo, akhirnya mati. Ikan besar pemakan plankton itu diketahui mati di bagian hilir intake kanal pada Selasa 10 Februari 2015. Setelah mati, ikan besar dilindungi itu lebih gampang dievakuasi keluar kanal.

Pihak PLTU Paiton mengaku sudah berusaha maksimal untuk menyelamatkan dan mengevakuasi hiu. Mereka menampik disebut bergerak lamban sehingga menyebabkan hiu tersebut tak tertolong.

PLTU Paiton mengaku sudah melibatkan berbagai pihak berwenang untuk operasi penyelamatan dan evakuasi hiu dengan membentuk tim jejaring penanganan terpadu terdiri dari BPSPL Denpasar- Ditjen KP3K KKP, DKP Jatim, DKP Probolinggo, dokter hewan, Universitas Brawijaya dan tim rescue dari PLTU Paiton yang didukung LIPI, Balitbang KP, WWF, JAAN. Meski akhirnya, tim yang sangat ‘gemuk’ tersebut gagal menyelamatkan ikan tersebut.

Baca Juga :   Belum Ditemukan, Proses Pencarian Korban Ranu Segaran Dihentikan

“ Tak hanya mengusahakan evakuasi melalui perairan dengan cara menggiring, tapi juga melalui darat,” kata General Manager PT PJB UP Paiton selaku koodinator PLTU Paiton, Rachmanoe Indarto dalam keterangan tertulis yang didapatkan wartabromo.com, Kamis (12/2/2015). Kata dia, kanal yang dimasuki hiu tersebut dimiliki tiga perusahaan pembangkit listrik di PLTU Paiton.

Disebutkan, pihaknya sudah berusaha keras dan maksimal untuk menyelamatkan dan mengevakuasi hiu. Upaya penyelamatan sudah mulai dilakukan sejak tanggal 6 – 8 Februari dengan memanfaatkan perubahan pasang surut air laut. Ikan sepanjang 6 meter dan memiliki berat 6 ton itu sempat berpindah dari posisi kanal 7 – 8 ke posisi kanal 3 – 4 yang berjarak 600 meter, namun akhirnya ikan besar itu bergerak kembali ke posisi semula.

Baca Juga :   "Kematian Pendaki Semeru karena Hipotermia"

“Menggiringnya secara langsung tak dimungkinkan karena area tersebut merupakan objek vital nasional dan memiliki resiko yang besar dengan kecepatan arus 12,6 km/jam per 1 intake dimana terdapat 7 intake dalam kanal tersebut. Kapasitas sedot air juga sangat besar dan berada di lokasi aliran listrik ekstra tinggi,” demikian Indarto.

Atas dasar itu tim sepakat merencanakan evakuasi jalur darat dengan crane. Skenarionya dengan menjaring ikan lalu memasukkan ke dalam truk berisi air laut dan melepasnya ke laut. “Namun hiu sudah mati sebelum operasi dilakukan,” terangnya. (fyd/fyd)