Puluhan Hektare Tanaman Cabai di Probolinggo Rusak karena Cacar Buah

1823

Paiton (wartabromo.com) – Puluhan hektare (ha) lahan tanaman cabai di Desa Randu Tatah, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, rusak terkena penyakit cacar buah. Tanaman cabai siap panen itu rusak lantaran curah hujan yang masih tinggi di wilayah itu sejak beberapa minggu terakhir.

Maryadi, salah satu petani setempat, tanaman cabai merah yang terserang rata-rata adalah yang berusia empat bulan. Tanaman cabai para petani memang terjangkit penyakit, batang kayu kering, layu dan daunnya bercak warna coklat, hitam. Sebagian rontok dengan bagian cabai busuk.

“Rusak gara-gara kena penyakit cacar buah, ada sekitar 25 hektare. Akibatnya, buah cabai yang sudah siap panen rusak dan petani mengalami gagal panen,” ujarnya, Jumat (16/12/2016).

Baca Juga :   Baju Koko Mendominasi Jasa Permak di Poncol

IMG_20161216_222821Menurutnya petani sudah berusaha sekuat tenaga agar tanamannya tetap berbuah dengan baik, semisal dengan menyemprotkan pestisida. Namun, usaha itu tidak berhasil menolong banyak bagi petani. Malah, dengan cara itu membuat biasa perawatan tambah membengkak.

“Akhirnya kita harus merogoh biaya perawatan lebih. Tiga pekan saja sudah harus mengeluarkan uang Rp 400 ribu untuk obat-obatan. Biasanya sepekan sekali kita beri obat, sekarang minimal tiga kali harus kita obati,” keluhnya.

Sementara menurut Abdul Aziz, petani lainnya, penyakit cacar buah (antraknosa) disebabkan anomali cuaca dan suhu yang lembab. Tanaman cabai milik petani pun mengalami gagal panen yang menyebabkan kerugian. “Ada tanam sudah mati karena anomali cuaca itu dibiarkan begitu saja oleh petani,” tuturnya.

Baca Juga :   Peserta Nilai Sarasehan Tani Nasional Miliki Prestise

Dalam kondisi normal, untuk lahan seluas 1 hektare mampu menghasilkan 7 ton dalam setiap panen. Namun, sekarang karena kena cacar hanya bisa panen 1,75 ton saja. Biasanya panen ini dilakukan dalam kurun waktu 5 hari sekali. Walau harga cabai di pasaran tinggi, tetap petani rugi karena produksi berkurang sampai 75%-nya. Kondisi ini ditambah dengan biaya obat dan pemeliharaannya yang semakin tinggi.

“Harapan kami, pemerintah segera ikut juga membantu kami petani cabai, agar bisa kembali seperti semula,” harapnya. (saw/fyd)