Melihat Lebih Dekat Warga Opo-opo Tangani Hama Tikus

1973
“Serangan hama tikus menjadi momok menakutkan bagi petani di Kabupaten Probolinggo. Hewan pengerat itu pun membuat produksi pertanian warga hancur lebur. Namun, bagi petani Desa Opo-opo, Kecamatan Krejengan, serangan hama tikus sudah lama tak dirasakan. Apa rahasianya?”

Laporan : Sundari Adi Wardhana

TIKUS sawah sejak dahulu kala sudah menjadi musuh utama petani selain hama wereng. Dalam semalam, serangan hama tikus bisa menghancurkan tanaman pertanian hingga 40 persen. Utamanya tanaman padi yang menjadi komoditi utama petani. Sehingga tidak jarang petani hanya bisa gigit jari jika lahan padinya diserang tikus.

“Akibat serangan tikus itu, kami pusing. Sebab, kerugian petani sangat banyak. Bahkan banyak petani yang stres karena merugi. Jangankan mendapat hasil, untuk biaya tanam saja tidak balik modal. Sebab padi rusak sebelum sempat dipanen,” ujar Ahmad, salah satu petani.

Untuk menanggulangi serangan tikus, petani Desa Opo-opo sejak 2013 lalu, mengembangkan biakkan Serak Jawa atau burung hantu putih (Tyto Alba). Burung hantu ini merupakan bantuan Pemkab Probolinggo melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), dahulu Dinas Pertanian. Saat itu, ada 10 pasang burung hantu Tyto Alba, yang disebar di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Gading, Kecamatan Krejengan dan Kecamatan Pajarakan.

“Kami menggunakan burung hantu untuk membasmi hama tikus. Burung itu didapat dari sebuah penangkaran di Kabupaten Ngawi. Entah mengapa hanya disini yang bertahan dan berkembang biak,” kata Ketua Poktan Sumber Indah Desa Opo-opo, Baidowi.

Kini, petani tersenyum lebar pasca memelihara Tyto Alba ini. Upaya pada 7 tahun lalu itu, berbuah hasil. Dimana taktik alami tersebut cukup ampuh dan sukses. Petani pun mampu mendapatkan hasil pertaniannya secara maksimal. Saat ini, 1 hektar sawah mampu menghasilkan gabah sebanyak 8 hingga 8,5 ton.

Setidaknya ada 20 ekor burung hantu putih terbang bebas di langit Desa Opo-opo, saat petang menjelang malam. Spesies burung berukuran besar sekitar 34 centimeter itu, menjadi predator bagi tikus sawah di malam hari. Burung hantu ini akan langsung mengejar tikus yang dilihatnya dan membunuhnya.

Satu ekor burung, setiap malamnya hanya mampu memakan 2 hingga 3 ekor tikus, meski mampu memburu sekitar 85 ekor setiap kali terbang. Jika sudah cukup mendapat asupan makanan, tikus hanya dimatikan saja. Tetapi cara ini cukup ampuh untuk mengatasi serangan tikus. Karena mendengar suara burung hantu saja, tikus sudah takut.

“Burung hantu Tyto Alba ini, ternyata sangat efektif dalam menurunkan populasi tikus yang banyak menyerang dan merusak lahan pertanian. Ini merupakan cara efektif untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan beralih menggunakan bahan hayati,” kata Kepala Madrasah Ibtidaiyah Ihyaussunah itu.

Baidowi dan 100 anggotanya, sangat merasakan manfaat dengan adanya Serak Jawa itu. Langkah pemeliharaan Tyto Alba disebut sangat efektif dan efesien bagi petani. Sekitar 363 hektar lahan pertanian di desa tersebut, kini bebas dari gangguan tikus.

“Sebelum menggunakan burung hantu, petani menghalau hama tikus menggunakan alat pentungan. Dibutuhkan banyak tenaga, bahkan tidak jarang taktik tersebut merusak produksi pertanian,” ungkap ayah 2 anak itu.

Sementara itu, Camat Krejengan, Rachmad Hidayanto, menuturkan meski teknik yang dikembangkan poktan itu bukanlah penemuan baru, namun keberhasilan itu patut diapresisi. Sebab, Baidowi dan anggotanya, mampu membudidayakan Serak Jawa di alam bebas dan hanya mengandalkan rumah burung hantu (pagupon). Berbeda dengan burung lainnya, menurut beberapa kajian, Tyto Alba tidak bisa membuat sarang sendiri.