PKB Sangkal Masuk Ploting Proyek di Kota Pasuruan

1730

Pasuruan (wartabromo.com) – Dwi Fitri Nurcahyo, mantan Plt. Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 14 Januari 2019, berucap seluruh fraksi di DPRD dapat “jatah” proyek. Namun, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), menyangkal kesaksian itu.

Kalimat penyangkalan itu disampaikan oleh ketua PKB Kota Pasuruan, Ismail Marzuki Hasan, ke sejumlah awak media, Jumat (18/1/2019).

Menurutnya, FKB dalam koordinasinya, selama ini tak pernah mendapat plot proyek, seperti yang diungkap Dwi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Senin kemarin.

Ismail yang juga menjabat ketua DPRD Kota Pasuruan ini kemudian menegaskan, bakal memberikan sanksi keras berupa pemecatan, bila saja terdapat anggota FKB menerima proyek, termasuk dalam ploting yang dimaksudkan.

Baca Juga :   Jalan Raya 'Shirothol Mustaqim'

“Pasti dipecat. Berjalannya waktu, akan kebuka semua,” tandasnya.

Sebelumnya, Ismail mengungkapkan, secara kelembagaan, DPRD Kota Pasuruan yang digawanginya bersih, tak terkait dengan ploting proyek yang diungkap. Iapun memberikan jaminan, karena selama ini tak pernah ada komunikasi membahas atau bahkan menentukan plot proyek.

“Kalau personal (oknum dewan), itu di luar kapasitas saya,” sergap Ismail.

Berkenaan dengan urusan proyek di Kota Pasuruan, Ismail mengakui sempat diminta keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Waktu itu, ia menjelaskan perannya sebagai Ketua Dewan, selama ini. Kepada penyidik KPK, secara normatif ia memastikan telah menempatkan diri pada porsi kewenangan dan fungsi legislatif, sebatas merangkai agenda sidang, membahas rencana pembangunan dengan eksekutif.

Baca Juga :   Sehari, 1 Kejahatan Terjadi di Probolinggo

Hanya saja, ia tak mengetahui pasti, dalam pengembangan penyidikan, apakah ada anggota dari 6 fraksi di DPRD Kota Pasuruan itu, juga dipanggil dan dimintai keterangan oleh KPK.

“Yang diperiksa, saya tidak tahu siapa saja,” katanya.

Baca juga: Ploting Proyek Kota Pasuruan Mengalir ke Fraksi di DPRD

Sekedar diketahui istilah ploting proyek ini mengemuka setelah JPU pada KPK, membacakan surat dakwaan terhadap M. Baqir, pihak swasta yang jadi terdakwa kasus suap PLUT-KUMKM, pada 7 Januari 2019. Sejumlah pihak memaknai ploting merupakan cara pengkondisian, mengatur pemenang sejumlah proyek di Kota Pasuruan.

Dalam sidang dakwaan terhadap M. Baqir, terungkap ada 10 pihak masuk daftar penerima proyek Kota Pasuruan. Yakni, Wali Kota Setiyono; “Wali Kota 2” Edie Trisulo Yudo; Wakil Wali Kota Raharto Teno Prasetyo; DPRD; partai politik; wartawan; Tim Sukses; AKLI; Tandon (rekanan pilihan Dwi Fitri Nurcahyo); dan pihak lain yang disetujui Setiyono.

Baca Juga :   Politik Dinasti Kembali Berjaya, Tekad Golkar Tak Terbukti

Hingga kemudian, pada 14 Januari 2019, Dwi Fitri Nurcahyo memberikan kesaksian dalam persidangan terdakwa M. Baqir, dengan menyebut seluruh fraksi di DPRD, masuk dalam ploting proyek di Kota Pasuruan.

Diketahui, Setiyono ditangkap KPK, diduga menerima uang sejumlah Rp 115 juta dari M. Baqir, pelaksana proyek pembangunan PLUT-KUMKM 2018. Selain Setiyono, KPK juga menahan Dwi Fitri Nurcahyo, selaku kepala Plt. Dinas PUPR dan juga Wahyu Dwi, staf Kelurahan Purutrejo. (ono/ono)