Merugi, Petani Probolinggo Babat Tanaman Cabainya

1902

Probolinggo (wartabromo.com) – Harga cabai atau lombok besar tak kunjung membaik di Kabupaten Probolinggo. Tak sedikit petani yang putus asa dan membabat tanaman cabainya.

Hingga Senin (28/1/2019) pagi, harga cabai atau lombok besar di tingkat petani tak beranjak. Yakni hanya Rp2 ribu per kilogram untuk cabai hijau atau muda. Sementara cabai merah dihargai Rp5 ribu per kilogram oleh pengepul cabai.

Padahal, beberapa pekan sebelumnya, harga cabai hijau mencapai Rp8-10 ribu per kg dan cabai merah Rp20 ribu per kilogram.

Kondisi itu memantik emosi sejumlah petani di Desa Randu Tatah, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Mereka membabat habis tanaman cabainya karena dianggap merugikan. “Timbang merugi, kan mending dibabat saja. Ada beberapa petani yang membabat tanaman cabai di sawahnya. Ganti nanam padi saja,” kata Nur Hasan (35), salah satu petani.

Baca Juga :   92 Desa di Kabupaten Pasuruan Belum Tersentuh Imunisasi Polio

Selain harga yang tak kunjung baik, Hasan mengatakan faktor lainnya adalah rusaknya kualitas buah cabai. Menurutnya, hampir seluruh tanaman cabai di desa tersebut terserang penyakit cacar buah. Sehingga kualitas dan kuantitas produksinya menurun. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan petani untuk mempertahankan pertumbuhannya. Seperti menyemprotkan pestisida untuk membunuh virus Antraknosa, penyebab penyakit cacar buah.

Dalam 3 pekan saja, petani harus mengeluarkan uang minimal Rp400 ribu untuk obat-obatan. Padahal, jika dalam kondisi normal, pengobatan itu hanya sekali saja dalam sepekan. “Kondisi cabai sudah busuk dan kering karena penyakit, sedangkan harga obat-obatan sangat mahal tak sesuai dengan biaya perawatan, jadi percuma kalau tetap dikeluarkan,” tutur Hasan.

Baca Juga :   Tidak Seperti Tahun Lalu, H+2 Lebaran di Jalur Pantura Terpantau Masih Normal

Hal itu dibenarkan oleh Maryadi, petani lainnya. Ia mengatakan, tanaman cabai merah yang terserang rata-rata adalah yang berusia empat bulan. Tanaman cabai para petani memang terjangkit penyakit, batang kayu kering, layu dan daunnya bercak warna coklat, hitam. Sebagian rontok dengan bagian cabai busuk.

“Petani sudah berusaha sekuat tenaga agar tanamannya tetap berbuah dengan baik, semisal dengan menyemprotkan pestisida. Namun, usaha itu tidak berhasil menolong banyak bagi petani. Malah, dengan cara itu membuat biasa perawatan tambah membengkak,” sungut Maryadi.

Saat ini setidaknya ada 25 hektar lahan cabai besar yang terserang penyakit cacar buah. Kondisi itu, membuat petani mengalami gagal panen yang menyebabkan kerugian. Dalam kondisi normal, untuk lahan seluas 1 hektare mampu menghasilkan 7 ton dalam setiap panen. Namun, sekarang karena kena cacar hanya bisa panen 1,75 ton saja atau berkurang sampai 75%-nya. Biasanya panen ini dilakukan dalam kurun waktu 5 hari sekali. (cho/saw)