Kerapan Sapi Brujul Kini Mempunyai Paten

1449

Probolinggo (wartabromo.com) – Kerapan sapi Brujul di Kota Probolinggo, kini diakui sebagai warisan budaya oleh Pemerintah Republik Indonesia. Seiring ditetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Dirjen Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Probolinggo, Tutang Heru Wibowo menuturkan penetapan itu dilakukan dalam di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta, pada 13-16 Agustus 2019. Di hadapan 17 ahli budaya, dirinya bersama Kabid Destinasi Wisata Pramito Legowo dan Kabid Kebudayaan, Sardi menjelaskan soal kerapan sapi brujul.

“Alhamdulillah, untuk penetapan sapi brujul sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, tidak ada kendala berarti. Karena sidang ini sangat ketat sekali. Untuk menentukan hak paten yang ada. Apalagi jika ada kemiripan dengan budaya serupa lainnya,” tutur Tutang, Selasa (20/8/2019).

Baca Juga :   Garis Kemiskinan Kabupaten Probolinggo di Atas Provinsi Jatim

Mesko terbilang lancar, menurut Tutang, proses pengajuannya tidaklah mudah alias serta merta. Sekitar 4 bulan sebelumnya, Disbudpar mengajukan hak paten kerapan sapi brujul itu. Sebelum sidang, ada verifikasi administrasi. Termasuk mempresentasikan dokumentasi-dokumentasi kegiatan yang digelar untuk melestarikan keaslian budaya.

“Bukti-bukti pelestarian budaya kerapan sapi brujul di Kota Probolinggo, jadi tiket emas untuk memuluskan klaim hak paten. Terutama even-even kerapan sapi brujul yang sudah diadakan sebelumnya. Termasuk pemberitaan oleh rekan-rekan jurnalis yang sangat antusias dalam melaksanakan liputan,” ujar mantan Kepala DLH era Wali Kota Rukmini ini.

Ada keuntungan hak paten budaya Kerapan Sapi Brujul ini didapat. Yakni menjadi ciri khas yang melekat di Kota Probolinggo, tidak bisa diklaim daerah lain.

Baca Juga :   Turis Thailand Keluhkan Mafia Transportasi di Terminal Bayuangga, Ini Kata Dinas Pariwisata

“Namun masih bisa ditampilkan oleh daerah lain dengan menyebut asal kebudayaan tersebut. Jika ada daerah lain yang mengklaim, bisa diproses pidana. Karena kebudayaan ini sudah melekat di Kota Probolinggo,” tandas Tutang. (lai/saw)