Ini Penyebab Pencairan DAU Kabupaten Pasuruan Ditunda 35 Persen

1056

Pasuruan (WartaBromo.com)- Teka-teki penyebab sanksi penundaan pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Pasuruan akhirnya terjawab.

Kesalahan per-angka-an saat melakukan realokasi menjadi penyebabnya. Akibatnya, draft APBD yang diserahkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak sesuai.

“Dan itu tidak hanya terjadi di Kabupaten Pasuruan. Hampir semua daerah di Indonesia juga mengalami hal yang sama,” kata Bupati Pasuruan, Irsyad Yusuf, Senin (11/05/2020) malam.

Penjelasan lebih detail disampaikan Pjs. Sekretaris Daerah (Sekda) setempat, Misbah Zunib. Pihaknya menyebut, ada miss oleh daerah dalam memaknai SKB Menkeu-Mendagri perihal realokasi-refocusing anggaran tersebut.

“Jadi yang perlu dipahami, ini kan ada dua perintah ya. Satu berkaitan dengan realokasi, dua kaitannya dengan refocusing untuk penanganan Covid-19,” jelas Misbah.

Baca Juga :   Diguyur Hujan, Warga Tutur Tetap Mendapat Pelayanan di Kenduren Mas

Menurut Misbah, sebelumnya realokasi dilakukan dengan memilah anggaran pendapatan dan belanja yang bersumber dari non DAK (Dana Alokasi Khusus) dan Bagi Hasil.

Padahal, sebelumnya, untuk DAK dan Bagi Hasil, seperti Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) kan memang tidak bisa diutak-atik.

“Ada salah persepsi. Waktu itu 50 persen dari angaran diluar DAK dan DBHC. Ternyata kan harusnya keseluruhan. Tapi ini masih bisa disempurnakan,” terang Misbah.

Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya memberi sanksi penundaan pencairan DAU hingga 35 persen kepada daerah yang dinilai melakukan kesalahan dalam laporan realokasi-refocusing anggarannya.

Bukan hanya Kabupaten Pasuruan. Total ada 380 lebih daerah di seluruh Indonesia mendapatkan sanksi yang sama.

Baca Juga :   Viral! Ngaku-ngaku Habib Pria ini Diduga Tipu Banyak Orang, Dalihnya Cari Sumbangan

Misbah menjelaskan, salah satu pesan yang ingin ditegaskan pusat adalah agar daerah-daerah memiliki kesiapan dalam menghadapi situasi ini.

Pasalnya, pandemi yang terjadi saat ini juga dipastikan berdampak pada pemasukan keuangan negara. “Ini yang kemudian daerah diminta melakukan rasionalisasi. Termasuk dari sisi pendapatan asli daerah,” jelas Misbah.

Sebagai contoh, sebelumnya PAD (Pendapatan Asli Daerah) rerata di angka Rp 750 miliar per tahun. Dengan situasi sekarang, paling banter perolehan PAD ditaksir hanya mampu Rp 400-an miliar. (asd/asd)