Pandemi dan Tren Kerja dari Rumah

4003
“Kebijakan bekerja dari rumah diterapkan perusahaan sejak pandemi merebak. Meski tak menampik, sejumlah perusahaan di luar Indonesia sudah mulai menjalankan metode ini, jauh sebelum pandemi merebak. Lalu bagaimana di Indonesia?”

Oleh : Maya Rahma

PANDEMI Covid-19 membuat berbagai perusahaan menerapkan kebijakan Work From Home atau bekerja dari rumah. Sejak 16 Maret 2020 kemarin, pekerja yang bisa menyelesaikan tugasnya dari rumah, tak perlu repot-repot pergi ke kantor. Setidaknya kebijakan ini sudah berjalan selama hampir 3 bulan.

Kebijakan ini diperkirakan bisa membawa cara bekerja baru, setelah pandemi berakhir.

Sejumlah penelitian pun mulai bermunculan.

Berdasarkan data kaji cepat Asture Solution yang dinukil dari LIPI, sebanyak 45,6 persen responden merasa setuju WFH membuat bekerja lebih produktif. Kemudian 9,4 persennya mengatakan sangat setuju. Sementara 45 persen responden, tidak setuju bekerja dari rumah menjadi lebih produktif.

Baca Juga :   Asyik, PNS Bisa Kerja dari Rumah!

Namun demikian, WFH juga memberikan efek pada beban pekerjaan masing-masing orang. Sebanyak 60,1 persen responden mengaku tidak setuju jika WFH membuat beban kerja lebih ringan. Sementara sisanya yakni 36,5 persen dan 3,4 persen masing-masing setuju dan sangat setuju, WFH membuat beban kerja lebih ringan.

Jika ditarik benang merah, meski lebih banyak responden yang setuju WFH membuat pekerjaan lebih produktif, namun responden juga merasa beban bekerja jauh lebih berat.

Selama WFH ini pula, metode bekerja jadi berubah total.

Survei yang dilakukan Asture Solution kepada berbagai kalangan bisnis/organisasi, mendapati hasil yang menarik.

Hasil survei menunjukkan, bahwa proses koordinasi dan rapat secara remote (online meeting) dengan menggunakan berbagai aplikasi teknologi berjalan dengan lancar dan efektif.

Adapun parameter yang digunakan adalah tingkat partisipasi pegawai (74,4%), frekuensi rapat yang memadai (84%), proses koordinasi yang lancar (76%), dan pemimpin terampil mengelola pertemuan online (81%).

Baca Juga :   Keren! 5 Remaja Milenial ini Ciptakan Instagram Versi Indonesia

Data ini menunjukkan jika kemajuan teknologi dimanfaatkan betul oleh perusahaan untuk menerapkan kebijakan bekerja dari rumah.

Sebetulnya, sebelum corona merebak, beberapa perusahaan sudah ada yang menerapkan kerja remote. Sebut saja di Amerika Serikat. Negara ini telah menerapkan teleworking sejak bertahun lalu.

Berdasarkan data yang dirilis warstek pada 2018 lalu, sebanyak 30 persen pekerja di Amerika Serikat merupakan Teleworker. Mereka bekerja tanpa perlu untuk datang ke kantor.

Jika ditarik jauh ke belakang, teleworkers diklaim lebih produktif dan bahkan untuk bekerja lebih lama daripada rekan yang bekerja di kantor. Menurut sebuah sintesis studi Teleworking pada 2013, beberapa perusahaan besar, termasuk Best Buy, British Telecom, dan Dow Chemical melaporkan, bahwa teleworkers adalah 35%-40% lebih produktif.

Baca Juga :   Jenuh di Rumah? Berkebun ala Bapak-Anak Tengger ini yuk

Terpisah, CEO Mondelez, Dirk Van de Put mengatakan jika perusahaan memang perlu mengambil langkah baru akibat pandemi ini.

“Kami mencari efisiensi yang berkaitan dengan cara bekerja setelah Corona telah menunjukkan kami dapat bekerja dengan cara yang berbeda (WFH) dan mungkin kami tidak memerlukan semua kantor yang saat ini,” jelasnya dinukil dari CNBC.

Diungkapkan, WFH mungkin akan menjadi hal yang biasa pada masa mendatang. Perusahaan pun bisa lebih efisien, tanpa harus menyewa kantor mahal di pusat bisnis.

Namun demikian, Direktur Eksekutif Konsultasi Sumber Daya Manusia (SDM) di Deloitte Asia Tenggara, Adrian Ole mengatakan jika cara ini harus diimbangi beberapa langkah penyesuaian. Seperti pertimbangan waktu bekerja, penggunaan teknologi hingga memperhatikan kesehatan karyawan.