Digelar di Tengah Pagebluk, Yadnya Kasada Berlangsung Lebih Khidmat

3000

Sukapura (wartabromo.com) – Perayaan Yadnya Kasada tahun ini, digelar di tengah pandemi. Meski berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, perayaan Kasada kali ini oleh warga Suku tengger, dirasa tetap meriah dan kian khidmat.

Upacara Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten Lautan Pasir Bromo, berlangsung lebih sederhana dan tertutup. Tidak ada hiruk pikuk suara knalpot, atau ingar bingar musik. Ritual keagamaan di Pura Luhur Poten pun berlangsung tertutup. Hanya warga Suku tengger dari empat Kabupaten sekitar lereng Bromo yang boleh masuk.

Awak media, petugas dari instansi sekalipun, tidak diizinkan masuk. Sayup suara mantra dan gamelan dari dalam pura, menjadi terasa lebih sakral.

Suasana semacam ini, terbilang pertama kali terjadi, setidaknya sejak puluhan tahun silam. Ketika Kawasan Gunung Bromo belum menjadi jujukan wisata.

Baca Juga :   Harga Minyak Goreng Kemasan di Pasar Kota Pasuruan Masih Tinggi

“Ada baiknya pandemi corona ini. Walaupun tadi di Pura kami diperiksa secara ketat. Mulai dari suhu, masker, dan cuci tangan. Tapi membuat Yadnya Kasada semakin khidmat dan terasa sakralnya,” kata salah satu warga Tengger Kabupaten Pasuruan, Jariyadi, Selasa (7/7/2020).

Animo warga Tengger pada perayaan Yadnya Kasada kali ini juga tinggi. Terbukti dari gelombang kedatangan warga yang tak putus, sejak Selasa dini hari.

Mereka berduyun-duyun mengikuti ritual melarung sesaji ke Kawah Gunung Bromo atau warga sekitar menyebutnya sebagai Tandur Tuwuh untuk nenek moyang.

Ketua Paruman Dukun Tengger, Sutomo menyebut, jauh sebelum ditetapkan sebagai destinasi wisata internasional, warga Tengger sejatinya sudah biasa dengan perayaan Yadnya Kasada tanpa wisatawan. “Ini mengingatkan kembali pada masa dahulu. Justru lebih khidmat dan khusyuk memang,” seakan menegaskan perasaan warga.

Baca Juga :   Hujan Deras di Bromo, Jalur Pantura Pasuruan Kebanjiran

Sebagaimana harapan sebelumnya, dengan perayaan Yadnya Kasada tahun ini, segala macam hal buruk segera hilang. Salah satunya adalah pandemi corona, atau disebut sebagai ‘pagebluk’ oleh warga Suku Tengger. “Dalam perayaan ini kami juga berdoa, agar semua hal buruk yang tidak nampak itu segera hilang. Bagaimana caranya, yakni mengadu pada yang tidak nampak pula, Sang Hyang Widi,” tutup Sutomo. (lai/saw)