Film Tilik, Cerminan “Kita” yang Tak Disadari

4748

“Film Tilik bisa jadi representasi sebagian orang Indonesia (termasuk ‘kita’) yang kadang terlewat perhatian kepada sesama, hingga tak tahu batasan.”

Oleh: Maya Rahma

BARU-baru ini, Film Pendek garapan salah satu rumah produksi di Yogyakarta menarik perhatian warganet. Alur cerita yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, jadi salah satu penyebabnya.

Film ini bisa dibilang memiliki pelataran yang cukup sederhana. Namun, banyak makna yang terkandung di dalamnya. Tentu menyentil hampir sebagian warga Indonesia.

Sebut saja Bu Tejo. Perempuan ini bisa jadi sebagai pemeran utama dalam Film ini. Jika biasanya pemeran protagonis, agaknya sang penulis cerita tak ingin demikian. Tentu tak seluruhnya kelakuaan Bu Tejo terbilang buruk. Sebab, hampir setiap pemeran dalam film tersebut memiliki porsi sendiri-sendiri untuk baik dan buruknya.

Tilik atau Bahasa Indonesianya berarti menjenguk, bercerita tentang satu kampung, emak-emak yang akan mengunjungi Bu Lurah. Beliau sedang sakit dan dirawat di salah satu Rumah Sakit di Kota.

Baca Juga :   Tangkap Pencuri Sapi, Polres Lumajang "Dinyinyiri" Warga Net

Mereka rombongan menaiki truk dari kampung menuju Rumah Sakit tersebut. Tentu saja, selama perjalanan, ada saja yang jadi perbincangan emak-emak ini. Soal Dian, si Kembang Desa yang tak kunjung menikah.

Ya.. Bukan cerita baru memang pergunjingan “kapan kawin” bagi para perempuan yang belum menikah di usia pertengahan 20an.

Film ini penuh gossip. Ada Bu Tejo, Yu Ning, Bu Tri, Yu Sam yang fokus mempergunjingkan Dian dan orang-orang lainnya selama perjalanan ke Kota. Kata-katanya sungguh pedas. Mulai dari dugaan si Dian jadi pelakor, hingga hamil duluan. Semua dituntas habis dengan dialog jowoan yang khas.

Si Dian yang digosipkan dengan anak Bu Lurah, sering keluar masuk hotel, hingga punya pacar om-om. Emak-emak ini punya saja stok cerita, yang pemicunya karena Dian tak kunjung menikah.

Baca Juga :   "Bapak" Kisah Banser dalam Film Pendek, Yuk Nonton!

Dari semua dialog di film tersebut, penonton dibuat geregetan. Ya gimana nggak geregetan, emak-emak ini menggunjing tanpa berhenti. Tak ada bukti karena bersumber dari internet juga lambe masing-masing orang.

Seperti yang sempat disebut tadi, dalam Film tersebut, tak ditonjolkan siapa orang yang benar-benar baik. Seperti Yu Ning yang terlihat tak suka dengan pergunjingan Dian, namun Ia juga punya sisi sama dengan ibu-ibu yang lain. Meski kadang menyebalkannya hanya sekian persen.

Ada beberapa hal yang bisa dipetik dari Film ini. Baik sesuatu yang terpuji maupun tak terpuji.

Pertama soal tradisi adat istiadat. Tilik menggambarkan budaya warga yang masih menyempatkan menjenguk orang sakit meski harus rela naik truk dan ditilang polisi. Kekerabatan antar warganya mencerminkan ‘ini lho orang Indonesia’.

Baca Juga :   Teaser Trailer Film Bapak, Galau Jadi Anak Banser

Kedua, tradisi menggunjing dari A-Z. ya, sangking perhatiannya warga Indonesia ini, semua tak luput dari mata dan kuping tetangga. Mereka mengawasi detil pergerakan tetangganya sampai yang paling privasi sekalipun. Termasuk keseharian si Dian ini. Kemudian jadi perbincangan sepanjang perjalanan kampung menuju Rumah Sakit.

Ketiga, sadar tidak sih, sebagian dari ‘kita’ sebenarnya tergambar dalam Tilik ini. Ntah menjadi Bu Tejo, Yu Ning, Batrek (pemilik truk) hingga para figuran yang memilih diam dan tak ikut bergunjing di truk tersebut.

Bu Tejo, si nyinyir yang punya berbagai informasi akurat hingga tak akurat. Yu Ning si baik hati yang sebenarnya gak baik-baik banget apalagi kalau sudah berurusan dengan Bu Tejo. Batrek, lelaki yang jadi bapak-bapak pada umumnya. Tak ambil pusing dengan gossip, tapi tetap mengikuti alur dan sadar dengan kehadiran wanita cantik seperti Dian.