Pemkot Tak Bawa Risalah Perjanjian Sewa Senkuko Waktu Hearing, Dewan Mencak-Mencak

1071

 

Pasuruan (WartaBromo.com) – Sejumlah pimpinan dewan mencak-mencak saat hearing membahas perjanjian sewa bekas gedung bioskop di komplek Pasar Kebonagung, Kota Pasuruan. Hal ini lantaran Pemkot Pasuruan tak membawa dokumen yang diminta dewan.

Hearing yang dilakukan hari ini, Senin (26/04/2021), adalah hearing kedua antara dewan dengan pemkot di gedung DPRD Kota Pasuruan.

Pada hearing pertama kemarin, dewan meminta pemkot menyiapkan risalah dokumen terkait perjanjian sewa tersebut. Risalah dokumen itu diperlukan sebab pada hearing kali ini akan dibahas secara kronologis bagaimana awal mula perjanjian sewa tersebut.

Namun saat hearing hari ini, pemkot ternyata belum menyiapkan risalah dokumen yang diminta dewan. Kontan hal ini pun menyebabkan dewan mencak-mencak.

Baca Juga :   Pesta Miras, Delapan Remaja di Kota Pasuruan Digerebek Satpol PP

“Tanya pimpinannya panjenengan! Yang diminta dewan sudah diselesaikan ndak itu. Jangan bercanda. Kalau memang tidak berkenan keluar saja sudah!” kata Wakil Ketua DPRD Kota Pasuruan, Dedy Tjahjo Poernomo, saat hearing.

Sebagaimana diketahui, gedung bekas bioskop di komplek Pasar Kebonagung tersebut, oleh pemkot disewakan kepada Koperasi Pedagang Pasar Kebonagung sejak tahun 2008 dan kini dijadikan sentra perkulakan bahan-bahan pokok (Senkuko).

Dewan menilai retribusi yang didapatkan pemkot dari perjanjian sewa tersebut sangat rendah dan tidak sebanding dengan aset yang dimanfaatkan oleh pihak Senkuko.

Ketua Komisi II DPRD Kota Pasuruan, Soemarjono mengatakan, perjanjian sewa yang diteken oleh Wali Kota Pasuruan saat itu, Aminurrokhman dengan Ketua Koperasi Pedagang Pasar Kebonagung, Any Sulastri itu selama 30 tahun. Sementara retribusi yang harus disetor Senkuko kepada pemkot sebesar Rp10.640.000 setiap tahun.

Baca Juga :   Pelajar Konvoi Kelulusan Diciduk, hingga Gara-gara Pasien Positif Kabur, Karyawan asal Desa Setempat Tak Boleh Masuk Kerja | Koran Online 5 Mei

“Sekarang sudah berjalan 13 tahun. Dalam 13 tahun ini saja retribusi sebesar itu sudah tidak layak. Apalagi nanti 30 tahun,” kata Soemarjono. (tof/ono)