Hapus Mural Kritik Pemerintah, Pus@ka: Satpol PP Gagal Paham

2905

 

Bangil (WartaBromo.com) – Direktur Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUS@KA) Lujeng Sudarto menyebut pejabat yang menghapus mural “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit” sebagai pejabat anti-kritik.

Menurut Lujeng, mural atau grafiti merupakan salah satu bentuk kebebasan berpendapat warga negara. Dengan dalih, kebebasan berpendapat dan kebebasan berkekspresi merupakan ruh demokrasi.

“Pemerintah tidak serta merta harus merespon dengan penegakan hukum,” kata Lujeng, Jumat (13/8/2021).

Demokrasi sendiri menurut Lujeng bisa berjalan dengan adanya penegakan hukum. Namun demikian, tidak melulu penegakan hukum yang dikedepankan.

“Jika demikian, maka demokrasi akan terpelanting jadi fasisme. Penegakan hukum digunakan untuk membungkam suara warga yang kritis,” jelasnya.

Dikatakan Lujeng, demokrasi juga butuh kewarasan publik (warga), etika, maupun estetika. Dan mural adalah bentuk kritik berbasis estetika.

Baca Juga :   Koran Online 24 Juli : Anak Kadis Peternakan Pasuruan Jadi Korban Pesawat Cessna Terjatuh hingga Perusahaan Ini Tawar Rp1 untuk Proyek Senilai Rp30 Miliar

Alih-alih kepanasan gegara gambar mural, kata Lujeng, seharusnya pemerintah daerah bisa mengambil substansi dari kritik yang disampaikan dalam mural tersebut.

“Pemerintah daerah tidak boleh bersifat fasistik. Itu kepongahan. Perda itu tidak serta merta digunakan sebagai alat untuk membungkam kebebasan berpendapat,” bebernya.

Terlepas soal Perda Nomor 2 Tahun 2017 yang digunakan dasar Satpol PP Kabupaten Pasuruan menindak mural tersebut, Lujeng menyebut bahwa sikap dari pemerintah yang menghapus mural tersebut sebagai cerminan dari sikap anti-kritik.

Soal kepantasan, Lujeng menilai kepantasan kritik dilihat dari alasan logis dibalik kritik yang disampaikan. Justru, pernyataan pejabat yang menyebut tidak pantasnya mural tersebut dinilainya sebagai sikap anti-kritik.

“Karena ngomong soal pantas tidak pantas itu subyektif, yang penting alasan kritik itu. Mural itu tidak berisi hoax, bukan fitnah. Artinya pemerintah tidak bisa mencerna pesan sarkastik dalam mural itu. Satpol PP gagal paham,” pungkasnya.

Baca Juga :   Lagi, Satpol PP Segel Proyek Perumahan Tak Berizin

Sebelumnya, Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan Bakti Jati Permana mengakui memerintahkan pemerintah kecamatan untuk menghapus mural tersebut.

“Iya benar, saya yang memerintahkan agar dihapus,” kata Bakti saat dihubungi wartabromo, Jumat (13/8/2021).

Bakti menyebutkan, alasan penghapusan mural tersebut dengan beberapa alasan. Pertama, kata Bakti, karena hal tersebut menyalahi Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

“Ada di Pasal 19, ayat a, menyebutkan setiap orang dilarang mencoret-coret, menulis, melukis/menggambar, memasang/menempel iklan/reklame di dinding/tembok, jembatan lintas, jembatan penyeberangan orang, halte, tiang listrik, pohon, kendaraan umum dan sarana umum lainnya,” sebut Bakti. (oel/asd)