Marak Rokok Ilegal, Siapa Bermain?

1209

“Di kota, para pelaku rokok ilegal ini akan lebih kesulitan memasarkan produknya, daripada di desa. Selain karakter perokoknya yang lebih jeli, penjualnya juga tidak berani sembarangan menjual karena pengawasan lebih ketat,” ungkapnya.

Kondisi tersebut berbeda jauh dengan pedesaan. Sebab, selain pengawasan dan pemahaman pembeli akan rokok ilegal yang lemah, hal ini juga berkaitan dengan daya beli masyarakat setempat yang lemah imbas kian mahalnya harga rokok. Maka, kata Lujeng, pilihannya adalah beralih ke rokok bodong yang lebih murah karena tanpa pita cukai.

“Pengungkapan rokok ilegal, itu ibarat fenomena puncak gunung es. Yang terungkap hanya sebagian kecil, karena para pelaku ini banyak bergerak di bawah, modus senyap. Toko-toko di pelosok banyak yang menjual, meski dilarang,” terang Lujeng.

Untuk membuktikannya, media ini sempat menelusuri keberadaan rokok ilegal di sejumlah toko. Hasilnya, rokok-rokok bodong itu cukup mudah dijumpai. Terutama di toko-toko kelontong tradisional.

Baca Juga :   35 Bal Rokok Ilegal Siap Edar ke Papua Diamankan Polisi

Sebuah toko kelontong di Kejayan misalnya. Sang pemilik toko langsung menyodorkan beberapa merek rokok murah yang diminta media ini. “Enak ini, cocok kalau untuk orang kerja atau kuli bangunan. Murah meriah,” selorohnya.

Media ini sempat membeli beberapa merek rokok yang disodorkan. Dari pengamatan yang dilakukan, setidaknya ada sejumlah perbedaan yang cukup mencolok dibanding rokok legal alias resmi.

Yang paling mencolok adalah nama serta alamat atau lokasi produsen rokok dimaksud. Sebagai contoh, pada rokok resmi, biasanya mencantumkan nama wilayah tempat rokok itu diproduksinya. Minimal nama kabupaten atau kota.

Tetapi, tidak demikian dengan rokok polosan atau ilegal. Penyebutan lokasi produksi biasanya maksimal tingkat provinsi. Atau bahkan cukup dengan tulisan ‘Indonesia’ pada bidang samping kemasan. “Dan itu menjadi indikator kuat rokok yang djjual di pasaran itu ilegal,” kata Joko Wuriyanto, Kasi Penyuluhan dan Informasi Bea Cukai Pasuruan. Dijelaskan Joko, penyebutan nama lokasi produksi wajib dalam kemasan rokok.

Baca Juga :   Disperindag Kabupaten Pasuruan Bantu IKM Rokok Uji Tar dan Nikotin

Selain itu, masih ada beberapa ciri lain untuk menandai rokok yang beredar ilegal atau tidak. Misalnya, cukai yang melekat pada kemasan palsu, tidak sesuai peruntukan, atau bahkan tanpa pita cukai sama sekali.

Ketidaksesuaian ini bisa dijumpai dalam beberapa bentuk. Misalnya, pita cukai yang harusnya ditempel pada rokok jenis SKM, dipasang pada rokok jenis SKT. Atau juga ketidaksesuaian antara jumlah batang rokok dengan yang tertera pada pita cukai.

Lujeng menegaskan,  masih maraknya peredaran rokok ilegal tak lepas dari upaya penegakan yang terkesan setengah hati. Pasalnya, dalam banyak kasus, penindakan rokok ilegal hanya terbatas pada pelaku kelas teri. Bukan pada aktor utamanya.

Baca Juga :   Bea Cukai Probolinggo Gerebek Pabrik Rokok Ilegal di Lumajang

Dari rangkaian penindakan itu, jarang sekali atau bahkan tidak pernah disampaikan berapa orang atau pelaku yang diamankan. “Selalu yang disampaikan adalah jumlah rokok yang disita atau dimusnahkan. Memang rokok-rokok itu tidak ada yang punya, kok pelakunya tidak pernah  ada?” kata Lujeng.

Dikatakan Lujeng, penyampaian atau penyebutan pelaku dirasa cukup penting. Bukan hanya demi memberikan efek jera kepada pelaku bisnis ilegal. Tetapi, juga untuk menjaga kredibilitas Bea Cukai itu sendiri. “Kalau kemudian pelakunya tidak pernah disampaikan, ini yang jad pertanyaan. Jangan-jangan pelakunya dilepas,” kritik Lujeng.

Joko menepis peredaran rokok ilegal yang kian tinggi, kendati tak mengelak keberadaanya. Menurutnya, peredaran rokok ilegal bukan merupakan problem sektoral kedaerahan yang bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan otoritas daerah tertentu. Sebab, bisnis ini malang melintang, melewati batas kewilayahan.