Ribut-ribut Gegara Orasi Kontroversial Sang Kadispendik

1182

Oleh: Asad Asnawi, Direktur Konten WartaBromo

SEMUA berawal dari pernyataan Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kabupaten Pasuruan, Hasbullah. Bisa jadi karena saking semangatnya karena baru saja dilantik sebagai Kadispendik, Hasbullah menggelar orasi dengan berapi-api.

Bukan di tempat lain. Tapi, di depan kantornya sendiri. Di komplek perkantoran Pemkab di Raci. Di hadapan para staf, pegawai Dispendik, dan juga para kepala sekolah.

Entah apa yang melatarinya. Setelah sedikit berbasa-basi, tiba-tiba saja Hasbullah “menyerang” para pegiat LSM dan juga wartawan. Tidak menyebut nama memang. Tetapi, di situlah justru awal persoalan.

Jika di-Indonesia-kan, kurang lebih begini pernyataan Hasbullah yang membuat gaduh itu:

“Jika mengganggu kepemimpinan saya, mengganggu pihak sekolah, hati-hati. Mati kalian nanti ya! kepala sekolah tidak perlu takut sama LSM, (atau) sama siapa, perwakilan ini ya, yang melakukan shooting, grup atau golongannya wartawan-LSM sebar ya. @!** (kata yang diucapkan tidak jelas) mati!!”

Tidak jelas memang apa dan siapa yang dimaksud Hasbullah dengan statemennya yang kontroversial itu. Yang pasti, apapun latar belakangnya, jelas pernyataan bernada sarkas itu tidak patut dikeluarkan. Apalagi dari mulut seorang kepala DINAS PENDIDIKAN. Sebuah institusi yang menaungi komunitas terdidik.

Baca Juga :   Rehab Lapangan Tenis Pendopo, Pemkab Pasuruan Siapkan Rp1,6 Miliar

Terlepas dari ketidakpantasan itu, saya sendiri meyakini tidak ada niatan dari Hasbullah untuk menyerang, merendahkan martabat, apalagi serius mengancam. Bisa jadi, itu hanya keseleo lidah karena saking semangatnya jabatan barunya, sekalipun di Dispendik, sosok Hasbullah bukan orang baru.

Sangat mungkin, pernyataan itu juga dimaksudkan Hasbullah untuk menguatkan para kepala sekolah agar serius bekerja. Tanpa memedulikan orang-orang berusaha merecokinya. Termasuk dari kalangan LSM dan juga wartawan.

Tentu, pada titik ini, saya dapat memahaminya. Maklum, tidak semua yang disebut Hasbullah berkerja dengan benar. Termasuk para pemburu berita. Kendatipun dalam bekerja wartawan dibatasi oleh kode etik, dalam beberapa kasus, ternyata juga diterabas oleh si wartawan.

Baca Juga :   HIAS, Masker dan Uang Muka Rp 350 Juta

Berita yang tidak berimbang, tidak cover both-sides, menghakimi, tendensius, beritikad buruk adalah bentuk-bentuk pelanggaran etik yang serius. Dan, setiap produk berita yang dinilai melanggar kode etik, tentu saja bisa bahkan harus dipersoalkan.

Nah, inilah masalahnya. Tidak semua orang tahu dan mengerti bagaimana mempersoalkan produk berita yang “bermasalah” itu. Termasuk Hasbullah dan juga kepala sekolah yang lain. Ujung-ujungnya, bicara asal comot tanpa bertanya kepada yang berkompeten.

Media massa adalah pilar keempat demokrasi. Ia bekerja demi dan untuk kepentingan publik. Karena aktivitasnya itu pula, keberadaan media dilindungi undang-undang. Sebut saja UU 40 tahun 1999 tentang Pers.

Pertanyaannya, bagaimana jika pekerja media atau awak media di dalamnya tidak sejalan dengan kode etik atau bahkan UU dimaksud? Ada mekanismenya. Ada caranya.

Baca Juga :   Pemkab Pasuruan Panggil Bacakades yang Keberatan Hasil Uji Akademis

Bila keberatan atau tidak berkenan dengan isi sebuah berita, ada hak klarifikasi dan hak jawab. Dan media yang memuat berita dimaksud, wajib untuk menurunkan klarifikasi dan hak jawab tersebut. Bahkan, bilapun media memuat berita yang salah, maka wajib baginya untuk meminta maaf.

Lalu, bagaimana jika hak koreksi dan hak jawab tidak diwadahi oleh media? Ada Dewan Pers. Bikin surat aduan ke Dewan Pers. Lengkap dengan lampiran berita yang dipersoalkan, sekaligus tanggalnya.

Dewan Pers akan menindaklanjuti aduan itu. Memanggil para pihak (pengadu dan teradu) untuk dilakukan pemeriksaan. Apakah berita dimaksud sudah sesuai UU Pers dan Kode Etik atau tidak. Jika disimpulkan terjadi pelanggaran, Dewan Pers akan membuat risalah yang di dalamnya berisi rekomendasi-rekomendasi.