Warga Kraton Kembalikan Puluhan Sak Beras ke Rumah Pak Kades, Ada Apa?

52945

Kraton (WartaBromo.com) – Realisasi bantuan pangan non tunai (BPNT) di Desa Kebotohan, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan, menuai protes. Warga mengembalikan puluhan sak beras ke rumah kepala desa.

Aksi itu berlangsung pada Minggu (06/03/2022) siang. Warga yang berasal dari Dusun Kebotohan Selatan, Desa Kebotohan, menaikkan puluhan sak beras ke atas mobil pikap. Selanjutnya beras-beras itu dikirim ke rumah kepala desa.

“Ini sekarang 35 sak kami kembalikan. Kemarin 30 sak. Jadi 65 sak,” kata salah satu warga, Rohma (33).

Rohma menjelaskan, warga mendapat BPNT sebesar Rp600 ribu pada akhir Februari lalu. Uang itu memang diharuskan untuk dipakai belanja kebutuhan pokok.

Namun, menurut Rohma, di desanya warga tidak bisa membelanjakannya dengan bebas. Warga diharuskan belanja di agen-agen yang sudah ditentukan.

Baca Juga :   Seribu Keluarga di Pasuruan Bakal Terima Bantuan Modal dari Kemensos

“Warga dapat beras 50 kg dan telur 2 kg. Padahal di desa lain bebas,” ujar Rohma.

Di sisi lain, menurut Rohma, beras yang didapat warga kualitasnya kurang bagus. Inilah yang membuat warga tidak terima, sehingga melakukan protes dengan mengembalikan beras ke rumah kepala desa.

Terpisah, Kepala Desa Kebotohan, Muhammad Zia Ulhaq mengakui adanya warga yang mengembalikan beras ke rumahnya. Sebagian, kata dia, sudah ada yang dia ganti dengan uang tunai.

“Itu memang BPNT. Saya juga bingung kok bisa disebut kualitasnya tidak layak. Padahal semua dapat beras yang sama. Saya juga makan beras itu,” kata Jaul–sapaan akrabnya–kepada WartaBromo.

Soal kabar yang menyebut bahwa pihaknya mewajibkan warga membeli di agen-agen yang sudah ditentukan, ia menepisnya. Menurut Jaul, sebelumnya warga memang bebas membelanjakan bantuan itu di mana saja.

Baca Juga :   Cabai Rawit Meroket, Bawang hingga Cabai Merah Terkerek

Namun, kata Jaul, seringkali warga belanja terlalu jauh, bahkan sampai di luar desa. Oleh karenanya, lanjut Jaul, ia akhirnya menyediakan sembako yang dikoordinir per kelompok, supaya warga tidak jauh-jauh belanja.

“Itu tidak wajib. Ada kok yang tidak ambil. Ini supaya warga tidak jauh-jauh belanjanya. Kalau lansia kan kasian,” imbuh Jaul. (tof/asd)