Pemkab Pasuruan Bersiap Untuk Kawasan Industri Hasil Tembakau

391
Hannan Budiharto Kepala Kantor Bea dan Cukai Pasuruan

Pasuruan (WartaBromo.com) – Pemkab Pasuruan tampaknya tengah serius menggarap Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Keseriusan itu tampak dari kajian awal dalam menilai sebuah kelayakan proyek dalam bentuk feasibility Study (FS). Bahkan, tahun ini sudah dianggarkan nilai FS itu.

Hal ini ditegaskan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai Pasuruan, Hannan Budiharto saat sesi Podcast di Studio Warta Bromo, pekan lalu.

Hannan yang dalam hal ini bertugas untuk mengawal dan mendampingi jalannya KIHT menilai jika KIHT ini memerlukan kajian mendalam.

“Kalau saya bilang, KIHT ini sangat prospektif,” ujarnya saat berbicara dalam sesi Podcast yang dipandu GM Warta Bromo, Muhammad Hidayat.

Menurutnya, KIHT bisa menjadi solusi dalam pencairan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Artinya, kalau KIHT berdiri, maka bisa memberikan manfaat buat banyak orang. “Misalnya, ada orang yang tidak punya modal membuat pabrik rokok, bisa difasilitasi disitu (KIHT, red),” tegasnya.

Keuntungan KIHT lainnya, menurut Hannan, bagi seseorang yang mau mendirikan pabrik rokok, namun tidak memiliki mesin, maka pihak Pemkab bisa menyediakan mesinnya. Sehingga, Pemkab mendapatkan jasa sewa atau fee atau bagi hasil dari persewaan mesin tersebut.

Baca Juga :   Ini Hukuman Bagi Penjual Rokok Ilegal

Selain itu, para buruh pabrik rokok di KIHT juga bisa mendapatkan dana bagia hasil atau DBHCHT. Hal ini juga ditegaskan dalam alokasi dana bagi hasil pada item kesejahteraan masyarakat (Kesmas) yang dialokasikan sebesar 50 persen.

“Dalam kajian Pemkab Bersama kami, di KIHT juga nantinya ada laboratorium untuk meneliti kadar Tar atau penelitian lain yang berhubungan dengan tembakau. Nanti kalua sudah beroperasi, pihak pengusaha di luar KIHT yang tidak punya lab, bisa juga ngelab-kan produknya disitu,” cetusnya.

Hanya saja, lanjut pria yang pernah bertugas di bea cukai Kediri ini, kajian KIHT ini masih perlu pemikiran Panjang. Hal ini karena di Pasuruan itu pengusaha rokok rata-rata sudah kuat.

Rata-rata sudah punya merk ya. Yang punya merek baru ini agak sulit. Yang kita inginkan pengusaha yang punya merek rokok baru tapi ingin mengembangkan perusahaan. Yang lama pun kalaupun mau mengembangkan merk baru bisa disitu,” tegasnya.

Baca Juga :   DBHCHT Beri Manfaat untuk Kesejahteraan dan Kesehatan Warga Kota Pasuruan

Kemudian, kajian tersebut juga harus mengukur siapa investornya. Dimana lokasi yang layak untuk dibangun KIHT.

Apakah sesuai dengan Tata Ruang atau tidak. “Kalau dari bea cukai sih sebenarnya pengen secepatnya. Tapi saya tidak mau itu menjebak. Begitu kita bantu ijinnya, KIHT berdiri, tapi ternyata tidak ada investornya dan sebagainya,” tegasnya.

Selain itu, Hannan merasa kehilangan dua sosok pejabat yang sempat ikut studi banding ke Kudus Jawa Tengah, namun kini telah tiada. Mereka adalah Sekda (alm) Anang Wijaya dan (alm) Munir dari Disperindag. “Ya beliau berdua getol sekali memikirkan hal ini. Ya mungkin ada penggantinya. Tapi, kalau tidak ikut lihat langsung ke Kudus, mungkin agak berbeda,” tegasnya.

KIHT merupakan kawasan pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan prasarana, sarana serta fasilitas penunjang industri hasil tembakau yang disediakan, dikembangkan, dan dikelola oleh pengusaha kawasan industri hasil tembakau. Pembentukan KIHT diharapkan menjadi solusi untuk pemberantasan rokok ilegal. Selain itu diharapkan juga KIHT memiliki manfaat ekonomi yang besar dalam rangka mendorong perekonomian masyarakat dengan meningkatkan pendapatan asli daerah.

Baca Juga :   Ini Ciri-ciri Rokok Ilegal

Setelah FS ini dikaji bersama para pejabat Disperindag, Bea Cukai Pasuruan berusaha mendorong agar studi kelayakan ini benar-benar bisa tercapai. Sehingga, infrastruktur kawasannya bisa dibangun pada 2023 mendatang.
Sebab, lanjutnya, waktu itu pernah ada kajian namanya Lingkungan Industri Kecil, namun kajian itu dianggap kurang layak.

Berapa luas lahan yang dibutuhkan?

Menurut Hannan, awalnya sesuai aturan dari Kementerian Perindustrian, Kawasan untuk industry harus menyediakan lahan minimal 50 Ha.

Namun kemudian ada aturan baru. Bisa berupa sentra hasil tembakau sekitar 2,5 Ha atau industry kecil hasil tembakau sekitar 5 Ha. “Jadi, antara 2,5 Hektar asampai 5 Hektar,” pungkasnya.

Simak Perbincangan bersama Kepala Bea dan Cukai Pasuruan

(day/*)