Dari Susu Keliling Hingga Miliki 1000 Sapi Perah, Kisah Bayu Viral Buang Susu dan Merugi Rp15 Milyar

165

Tahun 2018, dengan modal nekat dan semangat yang masih membara, Bayu merantau ke Jawa Timur untuk mulai beternak. Tak mudah. Ia hanya punya sedikit pengetahuan teknis soal beternak sapi, tapi ia belajar langsung dari lapangan.

Laporan : Akhmad Romadoni

Aroma fermentasi pakan ternak menyambut siapa saja yang masuk ke sebuah peternakan sapi perah di Desa Dawuhan Sengon, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Di balik kandang yang bersih dan berjejer rapi itu, ratusan sapi perah tampak tenang dikunyahnya jerami campur konsentrat.

Para pekerja sudah sibuk sejak subuh, membawa ember, mengoperasikan mesin pemerahan, mencatat data hasil susu harian. Dari kejauhan, seorang pria muda terlihat sigap memberi arahan, sesekali mengelus sapi favoritnya. Ia adalah Bayu, 28 tahun, pemilik peternakan dengan populasi total mencapai 1.000 ekor sapi perah.

“Populasi sapi kami sekarang kurang lebih 1000 ekor daei tiga farm di Pasuruan,” kata Bayu mengawali.

Bayu tidak lahir dari keluarga peternak. Ia berasal dari Purworejo, Jawa Tengah, dan pernah merasakan pahitnya hidup ketika ekonomi keluarganya ambruk. “Ayah saya pegawai bank, tapi sempat kena tipu orang dan semuanya jatuh. Saya terpaksa bantu cari uang agar tetap bisa sekolah,” kisahnya.

Sejak SMA, Bayu ikut om-nya berjualan susu keliling. Setiap pulang sekolah, ia membawa termos besar berisi susu segar, mendatangi satu rumah ke rumah lainnya.

“Saya masih ingat, pertama kali jualan susu tahun 2011. Karena dari situ saya bisa bayar uang sekolah sendiri dan membantu orangtua nyicil tanggungan keluarga,” kenangnya.

Dari jalanan itulah, ia mengenal lebih dalam dunia susu—bukan hanya soal rasa, tapi soal potensi.

Tahun 2018, dengan modal nekat dan semangat yang masih membara, Bayu merantau ke Jawa Timur untuk mulai beternak. Tak mudah. Ia hanya punya sedikit pengetahuan teknis soal beternak sapi, tapi ia belajar langsung dari lapangan.

Dari itulah Bayu mulai membangun kemitraan dengan peternak desa, menyewa lahan, dan menitipkan sapi pada rekan-rekan yang ia percaya. “Saat itu saya belum bisa pelihara sendiri, jadi saya nitip ke peternak mitra. Tapi saya mulai menyusun sistem, bagaimana kontrol kualitas, bagaimana pemasarannya,” ujarnya.

Kini, ia mengelola tiga peternakan yang tersebar di Kabupaten Pasuruan, dua di antaranya bermitra dengan peternak lokal. Produksi hariannya bisa mencapai 5 ton susu segar. Setiap harinya, lebih dari 70.000 liter susu disalurkan ke industri, meskipun perjalanan menuju titik itu tak pernah bebas dari rintangan.

Susu sapi segar bisa dibeli di sini.

Bayu juga pernah mengalami kerugian besar karena tidak terdaftar secara resmi sebagai suplier pabrik susu. “Kami jual, tapi gak dibayar karena belum punya dokumen resmi. Susunya tetap mereka ambil, tapi kami rugi 3 miliar,” ucapnya.

Di titik itu, Bayu hampir menyerah. Tapi ia memilih bangkit, berbenah, dan mulai membangun relasi resmi dengan industri susu.

Ternyata, ujian terberat justru datang pada 2023. Pemerintah memberlakukan kebijakan kuotanisasi susu impor dibatasi, penyerapan susu lokal pun tak menentu. “Produksi kami stabil, bahkan meningkat. Tapi industri nggak mau serap lebih. Setiap hari kami surplus 20.000 liter,” ujar Bayu.

Karena susu segar tak bisa disimpan lama, ia harus membuangnya. Selama tiga bulan di akhir tahun ia dan timnya terpaksa membuang susu ke sungai, ladang, atau membagikannya ke warga. Nilai kerugiannya mencapai Rp15 miliar.

“Bisa dibilang titik terendah, kami los Rp15 milyar. Sedih, karena Itu hasil kerja keras peternak, dan kami harus lihat susu itu basi dan dibuang,” ceritanya.

Aksi puncaknya, Bayu dan rekan-rekannya melakukan demo. Mereka mandi susu dan membuang susu di depan kantor lembaga pemerintah pada tahun 2024. “Kami lakukan itu karena surat dan permohonan kami tidak pernah dijawab. Kami harus bertindak agar didengar,” jelasnya.

Peternakan milik Bayu kini jadi salah satu referensi manajemen modern di kalangan peternak muda. Ia menerapkan sistem pakan terukur, manajemen kesehatan sapi, serta pemantauan produksi menggunakan aplikasi sederhana. Setiap sapi diberi nama, dicatat produksinya, dan dipastikan kesejahteraannya.

“Kalau sapi stres, susu bisa turun. Jadi kita rawat seperti keluarga,” katanya sembari menunjukkan ruang pemerahan bersih dan hening, tempat mesin pemerah otomatis bekerja tanpa suara bising.

Para pekerjanya pun bukan sekadar buruh. Bayu memberi pelatihan berkala, bahkan ada program bagi hasil jika mereka bisa memelihara sapi tambahan. “Saya ingin bangun ekosistem. Bukan cuma punya sapi, tapi juga memberdayakan desa,” katanya.

Kini, setelah semua badai itu berlalu, Bayu merasa lebih kuat. “Saya percaya, rugi bukan akhir. Yang penting kita bangkit. Hari ini, industri susu kita lebih sehat. Pemerintah mulai paham pentingnya peternak lokal. Dan kami, peternak, terus belajar agar bisa bersaing,” ujarnya.

Ia tak ingin sekadar sukses pribadi. Bayu ingin membuktikan bahwa anak muda bisa membangun negeri lewat ternak. “Bukan cuma bisnis, ini perjuangan,” katanya dengan yakin.

Dari susu keliling ke industri bernilai miliaran, dari rugi ke regulasi, Bayu telah melalui semuanya dengan sapi, semangat, dan segelas susu segar di tangannya. (don)

Video lengkapnya di sini:

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.