Demam Berdarah Darah

1068

“Berhati-berhati pak, bukan lamban.”

“Cekatan sedikit lah. Ini urusan manusia, mas. di Amerika, ada kucing kecebur got saja SAR datang bawa helikopter.”

“Kalau begitu, bagaimana kalau kami buatkan surat rujukan untuk dirawat di rumah sakit internasional?”

“O, jadi sampeyan mengusir kami? Jadi anda tidak mau merawat pasien yang menggunakan BPJS?”

“Subhanallah, bukan begitu, pak. Demi Allah!”

“Tolong jangan bawa-bawa nama Tuhan, mas. Anda bisa terjerat pasal penistaan agama karena menyandarkan niat kurang baik terhadap Tuhan.”

“Astaghfirullah.”

“Sekali lagi sampeyan menyebut nama Tuhan, saya bisa melaporkan sampeyan.”

Perawat laki-laki yang ganteng itu garuk-garuk kepala. Ia membatin, andai ada sepuluh orang saja rakyat Indonesia yang seperti ini, kudeta akan terjadi. Ia mengambil nafas dalam-dalam.

Baca Juga :   Coffee On The Street, Cara Baru Bupati Probolinggo Menyapa Rakyat

“Baik, pak. Sekarang juga kami tangani istri bapak.”

“Harusnya dari tadi, tidak usah banyak retorika begini.”

“Kami kan sedang mendengar saran-saran dari bapak?”

“Masukan itu penting, mas. Zaman sudah reformasi, nggak usum pegawai jual mahal sama rakyat.”

“Betul, pak.”

“Mas, jangan mempermainkan saya, ya? Saya penulis kolom koran online, saya bisa menulis tentang pelayanan terhadap pasien lho.”

“Silahkan tulis, pak. Kami sudah bekerja semaksimal yang kami bisa”

“Pelayanan seperti apa anda sebut maksimal?”

“Seperti yang bapak lihat, pasien memang membludak, kami sampai kewalahan. Cuaca tidak bersahabat jadi, banyak sekali orang sakit.”

“Kalau rakyat cukup gizi takkan mudah sakit, mas. Ini indikasi kinerja pemerintah payah.”

Baca Juga :   Pengemudi Ngantuk Usai Minum Obat, Innova Tabrak Pohon dan Terguling

“Soal gizi, apa bukan tanggung jawab setiap keluarga?”

“Undang-undang dasar mengamatkan pemerintah mensejahterakan rakyat semaksimal mungkin, mas.”

“Betul begitu, memang.”
“A, boleh permisi sebentar, pak?”

“Mau kemana mas? Saya belum selesai. Unek-unek saya belum tuntas.”

“Saya mau memeriksa infus istri bapak.”

Penulis : Abdur Rozaq