Di-PHP, TPP

1151

Hingga menjelang subuh, Firman Murtado masih ketap-ketip ndak bisa tidur. Mlungker di kursi ruang tamu, berkelahi dengan nyamuk dan pikiran kalut, mangkel dan perasaan ingin melakukan kudeta. Malam ini ia diboikot oleh istrinya. Pintu kamar dikunci dari dalam dan dipasangi garis polisi. Karena takut ketahuan mertua, gencatan senjata ditetapkan sepihak oleh Firman Murtado. Bukan karena emansipasi Kartini telah menggusur harga dirinya sebagai laki-laki, tapi ia memang harus tahu diri karena selama ini belum genah dan pokro memberi uang belanja. Pikenik, wisata kuliner alias wisata badokan dan membelikan istrinya kerudung dari toko online tak pernah, bahkan untuk makan pun, subsidi sembako dari mertuanya masih rutin seakan keluarga kecilnya korban bencana alam yang meringkuk di tenda darurat kehidupan.

Selain dari pada itu, Cak Manap –entah dengaren—menanyakan kapan Firman Murtado nyicil deretan catatan hutang kopi dan rokok eceran di warung. Harapan mendapat rejeki agak besar satu-satunya, yaitu mimpi basah bernama Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) masih saja beku, tak tahu kapan cair seperti es batu di dalam kulkas. Buwuhan makin banyak, meski tiap bulan ada saja orang  mantu. Program pengembang biakan rakyat Indonesia makin getol. Tak pandang bulan becik orang mengadakan hajatan. Dan sebagai mahluk sosial, istrinya harus ikut nyelawat, sambang bayi, menjenguk tetangga sakit, ikut arisan Dibaan, jumputan dan memberi sedekah kepada para pengamen yang tiap hari bisa sampai lima rombongan konser di depan pintu rumah mertuanya.

Baca Juga :   Aksi Pencuri Motor di Toko Pakaian Terekam CCTV

Firman Murtado sudah terbiasa merapalkan ilmu ajian Rai Gedek di hadapan mertuanya. Ilmu ajian Pengasihan atau ajian Panglimunan agar orang ndak tego nagih utang atau yah-yoh saja diutangi lagi,  juga ia kerahkan.

images (76)-650x400

Tapi manusia kan ada apesnya juga? Sepintar-pintarnya Wak Lurah menggelapkan dana desa atau memelihara janda, lama-lama ketahuan juga. Serapi-rapinya orang membuang bayi hasil aborsi,Wak Polisi akan tahu juga. Hanya para sedulur begal yang benar-benar sakti sehingga selalu berhasil main jemblong singit. Malam ini Firman Murtado kalah. Digebloki habis-habisan oleh pentungan kehidupan yang keji. Maka, pihak yang harus bertanggung jawab dan mesti ia paiduh adalah: Pemerintah.

“Kapan TPP cair, pak?” katanya tanpa basa-basi kepada kepala seksi Harapan Palsu Departemen Urusan Pencerdasan Bangsa.

Baca Juga :   Cegah Konten Negatif, Kapolresta Probolinggo Ngopi Bareng Netizen

“Wah, saya belum bisa memastikan, mas.”

“Sampeyan dulu bilang paling lambat ahir Maret. Ini sudah menjelang ahir April, pak.”

“Lho, kami kan hanya menunggu pusat?”

“Halah, kadang sudah turun dari pusat tapi masih sampeyan ternak di bank, dianak-pinakkan bunganya.”

“Jangan asal tuduh, wong ndak ada buktinya. Mana datanya?”

“Ya karena teman-teman pekerja rodi ndak berani buka, pak. Sampeyan kan suka ngecing. Kalau kami macam-macam, jangan-jangan berkas kami sampeyan buang, ndak disetor ke pusat agar ndak bisa cair?” kepala seksi Harapan Palsu Departemen Urusan Pencerdasan Bangsa mbrabak abang wajahnya. Tapi Firman Murtado ndak pernah takut pada apapun.

“Kalau protes jangan sama saya dong, mas. Sama pusat sana.”

Baca Juga :   Surat Edaran Bawaslu Membuat Ratusan PPL di Probolinggo Gigit Jari

“Sebelum saya maiduh pusat, rasanya ndak lego kalau ndak maiduh sampeyan. Sebab sampeyan ndak pernah gati membayar kami. Seperti mbayar DPR gitu lho, pak. Gampang cair, ndak pakai pemberkasan yang sulitnya ngalah-ngalahi syarat masuk sorga, meski mereka sering bolos kalau rapat.”

“Hush, ndak ilok!”

“O, begitu, ya pak? Oke pak, sampeyan kan kepanjangan pemerintah pusat, tolong sampeyan sampaikan usul saya, ya? Nama saya Firman Murtado. Sudah belasan tahu saya mengabdi, eh menumbalkan diri kepada pemerintah, khususnya kementerian Pencerdasan Bangsa. Saya mewakili teman-teman pekerja rodi sektor Pencerdasan Bangsa, merekomendasikan, eh memerintahkan agar pemerintah lebih serius memperhatikan apakah kami bisa nempur beras atau tidak?”