Kepada Yth. Bakul Online

2536

Sambil menunggu air mendidih untuk membuat kopi buat sahur, istri Firman Murtado umek-umek HP nya seperti biasa.
Ndak ada lagi situs yang dibukanya di internet selain berbagai macam media sosial dan toko online.
Kalau sudah begitu, Firman Murtado sering kali ingin kendat karena tak tahan dengan omelan istrinya.
Dini hari itupun, khotbah rutin istrinya menggelegar seperti orator ormas “bumi datar” menghardik Firman.

Awalnya ada mukaddimah, istri Firman memuji-muji berbagai macam kebaya, hijab, toples, tas, sandal yang di-upload akun-akun toko online.
Lalu pemanasan dengan menyindir Firman Murtado yang tak juga pokro menjadi suami.
Harusnya ia sudah bisa mengkredit mobil, rumah, sepeda motor, mengajak istrinya piknik dan membikin istrinya semacam gajah duduk karena seringnya berwisata badokan, eh kuliner aneh-aneh.

Istri Firman Murtado termasuk penganut emansipasi nomor satu.
Kalau ada tetangga terlilit renten karena kecanduan belanja online, ia wajib ikut. Kalau ada istri tetangga menginstruksikan suaminya tiap bulan petak umpet sama debt collector, wajibnya Firman Murtado juga begitu.
Lha sekarang, saat lebaran sudah kian mepet, para bakul online iming-iming mulai taplak meja hingga peniti, tentu saja ia berang melihat Firman Murtado ngorok tiap hari, sementara malamnya qiyamul lail di warung Cak Manap.

Baca Juga :   MUI Sebut Ada 5 Aliran Radikal di Kota Probolinggo

“Tuwas ngiler, rek. Melihat kebaya bagus-bagus. Hijab model baru. Sandal kekinian,”

Firman Murtado pura-pura tak mendengar, serius otak-atik HP nya melihat pitenah online di internet.

Bakul_Online_jpg

“Ya begini lah nasib keluarga pahlawan. Mencurahkan segenap hidup buat mencerdaskan bangsa. Sampai rakyat jadi pinter, jadi DPR lalu korupsi. Sementara pahlawannya mati kaliren,”

Firman Murtado agak panas, tapi sok budek biar tidak perang nuklir lagi.

“Nasib, orang sudah upload foto buka puasa di resto, makan sea food, ngabuburit ke pantai, kita orang makan tempe terus mulai awal puasa sampai takbiran kelak.”

Tak tahan, Firman Murtado nyeletuk
“Makanya, buka internet itu jangan situs badokan sama sosial media melulu.”

Baca Juga :   Sekdes Kraton Akhirnya Ditetapkan Sebagai Tersangka Dugaan Pungli Hibah Waris

Istrinya langsung menyalak
“makanya, cari kerja itu yang sumbut. Masa lima belas tahun digaji 150 ribu, ndak ada tunjangan, ndak ada pensiunan, apalagi asuransi. Itu kerja apa dikerjai?,”

“Lha kita hidup apa tujuannya cari makan lalu jongkok di WC saja? Kalau hanya begitu apa bedanya sama wedus?,” balas Firman Murtado.

“Lha kalau memang perjuangan murni sih pindoan, bro. Lha ini, yang kaya hanya pemilik PT. Lembaga Pendidikan, sementara para pahlawannya terkena busung lapar sekeluarga?,”

“Ya salahnya pemerintah,” Firman Murtado mati kata.

“Ya salah kita orang. Kenapa mau dipulosoro terus? Kenapa ndak pindah profesi? Sarjana kok penghasilannya kalah sama penjual sempol.”

Baca Juga :   Dosen dan Mahasiswi-nya Terjaring Razia di Hotel Melati Probolinggo

“Sik talah, sampeyan itu apa pernah saya suruh kerja?,” balas Firman Murtado.

“Lha moh, wong kita orang dirabi, kok?,”

“Lha kan banyak orang dirabi tapi dikirim jadi TKW sama suaminya? Bersyukur sedikit lah, ndak usah muluk-muluk,” Firman Murtado melolos rokoknya untuk mendapatkan obat penenang.

“Ya kalau membandingkan itu jangan ke bawah biar semangat cari uang. Lihat itu tetangga, busananya selalu update, koleksi tasnya gonta-ganti, kalau selfie di dalam mobil, di restoran atau tempat wisata. Kita orang apa mau selfie di pawon? Kumus-kumus dan pakai pakaian itu itu saja.”

“Oo, jadi ingin seperti tetangga? Tiap hari dalam seminggu selalu ingin didatangi tukang kredit panci, jilbab, sandal, peniti?,”

“Ya jangan sampai seperti itu, bro. Masa di kampung, hanya kita orang yang seumur hidup ndak pernah menerima paket dari bakul online? Apa ndak melas?,”