Petani di Bantaran Mengeluh, Harga Cabai Turun Tak Sebanding Ongkos Produksi

1567

Probolinggo (wartabromo.com) – Petani cabai Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo kelimpungan dan mengeluh harga panennya yang rata-rata Rp 14.500 perkilogram, tidak sebanding dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Harga itu dikatakan menurun drastis, karena tahun lalu, petani menikmati harga Rp 30 ribu.

Kondisi yang tak menguntungkan itu diantaranya dialami petani cabai di Dusun Jebun, Desa Kedungrejo, Kecamatan Bantaran, Probolinggo.

“Bahkan sebelumnya cabai petani hanya dihargai dibawah Rp 10 ribu per kilogramnya. Sekarang ini, harga mulai naik. Namun, dengan harga sekarang ini, petani tidak mendapatkan hasil, malah cenderung merugi,” tutur Ahmad, petani cabai, kemarin.

Dijelaskan, meskipun terdapat tren peningkatan, harga cabai saat ini masih pada kisaran Rp. 14.500 per kilonya di tingkat petani. Padahal tahun lalu, pada bulan yang sama, harganya mencapai Rp 30 ribu.

Baca Juga :   Kutuk Bom Surabaya, NU Pasuruan Ajak Saling Jaga Toleransi

Digambarkan kemudian, dari lahan seluas setengah hektar, petani bisa memanen sedikitnya 40 kilogram cabai setiap minggunya.

Karena sekarang masih masa kemarau dan jarang hujan, sekali dalam sepekan, petani harus mengairi lahan cabai.

Untuk mengairi sawah itu, petani menggunakan pompa air. Pada lahan seluas 0,5 ha dibutuhkan waktu antara 5 hingga 10 jam. Dalam satu jam, biaya dikeluarkan sekitar Rp. 35 ribu. Dengan begitu untuk 5 jam pengairan sawah, petani musti merogoh kocek Rp. 175 ribu.

Dilanjutkannya, selain biaya air, petani juga harus mengeluarkan ongkos tenaga panen. Untuk sekali panen, petani mengeluarkan uang untuk setidaknya 6 orang, dengan total Rp. 240 ribu. Jika harga total 40 kilogram yang dipanen oleh petani laku terjual, maka petani mendapat uang Rp. 560 ribu. Dipotong biaya perawatan dan buruh sebesar Rp. 415 ribu, maka petani hanya mendapat sisa panen sebesar Rp. 145 ribu.

Baca Juga :   Tabrak Pohon di Bangil, Warga Situbondo Tewas

Dengan kondisi demikian, otomatis petani, disebutkan cenderung impas atau tidak mendapatkan untung. “Itu kalau hanya lima jam mengairi sawahnya, kalau lebih tentunya biayanya lebih besar. Bisa jadi tidak ada sisa panen yang masuk ke kantong kami. Itupun masih dipotong jika ada biaya lain–lain, seperti biaya untuk membeli obat hama atau pupuk, serta biaya kerja oleh anggota keluarga tidak dihitung,” kata ayah dua anak ini.

Keluhan yang sama juga dilontarkan oleh Fatimah (35), tetangga Ahmad. Ia berharap harga cabai segera naik dalam kisaran harga Rp 25 ribu ke atas. Ia mengatakan dengan harga diatas itu, petani akan untung. “Harga itu, hanya hitung-hitungan kasar saja. Jika tak terkena hama, rontok dan mati, maka petani akan untung. Syukur-syukur harganya bisa mencapai seratus ribu,” ujar ibu tiga anak ini. (lai/saw)