Probolinggo (wartabromo.com) – Musim penghujan menghambat industri ikan kering di Kota Probolinggo. Minimnya sinar matahari membuat proses penjemuran ikan lebih lama dan berakibat naiknya ongkos produksi.
Yeni (36), salah satu pengusaha ikan asin di Kelurahan/Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo menuturkan, di musim penghujan seperti saat ini, proses pengeringan ikan menjadi lambat. Biasanya pada musim kemarau hanya 2 hari untuk mengeringkan ikan, kini menjadi 5 hari.
Molornya proses pengeringan itu, menurut Yeni akhirnya berimbas pada biaya produksi. Dengan upah Rp25 ribu per hari, maka dalam 2 hari, Yeni mengupah Rp300 ribu untuk 6 karyawan. Jika 5 hari, maka dirinya harus mengeluarkan upah buruh sebanyak Rp750 ribu atau naik sebesar Rp450 ribu.
Bahkan ia juga harus mengeluarkan biaya ekstra. Yakni ketika jemuran ikan cukup banyak, dan terjadi hujan secara mendadak. Mau tidak mau, membayar penjaga ikan yang sewaktu-waktu memindahkan ikan ketika hujan.
“Kami masih mengandalkan cara tradisional untuk menjemur ikan, yakni memanfaatkan sinar matahari. Musim hujan ini menjadi bencana bagi kami mas, pasalnya produksi ikan asin kami terganggu. Selain itu, biaya produksi juga naik,” tutur Yeni, Jumat (18/1/2019).
Untuk meminimalisir kerugian, pengusaha ikan asin menyiasati dengan menaikkan harga ikan asin. Jika semula Rp30 ribu per kilogram, kini dinaikkan menjadi Rp40 ribu per kilogram. Meski begitu, omsetnya pun berkurang sekitar 30 persen. Jika biasanya Rp30 juta turun menjadi Rp20 juta. “Sehingga tak hanya kualitas produksi yang menurun, omsetnya juga ikut turun,” tambah Yeni.
Hal yang sama juga dituturkan oleh Liami (34). Untuk musim hujan ini, proses pengeringan selama 5 belum tentu menjadi patokan. Karena bergantung pada sinar matahari. Bahkan jika tak beruntung, ikan yang diasinkan banyak yang rusak dan berulat. “Tak jarang ikan asin yang terlalu lembab dan susah kering menjadi busuk dan berulat,” tuturnya. (fng/saw)