Potret Buram Transparansi Anggaran

2633

Lujeng juga sempat menyinggung penghargaan SAKIP, sebagaimana yang sempat diraih Pemkab Pasuruan. Dikatakan Lujeng, meski sudah mencantumkan data anggaran pada laman website mereka, data yang di-upload belum lengkap.

Lujeng yang sempat tercatat sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi ini menegaskan, yang harus ditekankan bahwa mempublikasikan data adalah kewajiban pemerintah. Sebab, hal itu berkaitan dengan pemenuhan hak publik untuk mendapatkan informasi.

“Ini baru ngomong soal anggaran. Belum lain-lain seperti program kerja atau bahkan capaian hasil kinerja yang hampir pasti publik tidak pernah tahu,” jelas Lujeng.

Karena itu, pihaknya mempertanyakan political will kedua kepala daerah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

Menurut Lujeng, transparansi diperlukan demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas koruptif. Langsung atau tidak, lanjut lelaki yang pernah menjadi dosen ini, akan menutup peluang adanya praktik manipulatif.

“Dengan pelaporan yang transparan, publik akan mengetahui apakah anggaran yang digunakan sudah efektif atau malah sebaliknnya,” katanya.

Sebagai contoh, jika saja dalam data APBD ditemukan anggaran pegawai lebih besar ketimbang belanja modal, itu berarti pemerintahan yang berjalan kurang efektif. Bisa jadi karena jumlah pegawai yang terlalu gemuk. Akibatnya, banyak agenda-agenda publik yang pada akhirnya terbengkalai karena anggaran tak cukup.

Fakta adanya keengganan pemerintah daerah mempublikasikan data keuangan sejalan dengan temuan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro). Ahmad Rofik, peneliti Pattiro mengungkapkan, sekitar 72 persen pemerintah daerah (Pemda) enggan mengikuti instruksi Mendagri perihal transparansi pengelolaan anggaran itu. (*)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.