Edy Trisulo Tolak Beri Kesaksian untuk Setiyono

1885

Sidoarjo (wartabromo.com) – Setiyono, Wali Kota Pasuruan nonaktif kembali jalani sidang terkait kasus suap proyek di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (4/3/2019). Edy Trisulo Yudho, adik kandung Setiyono menolak memberikan kesaksian meski hadir dalam persidangan.

Ada tujuh saksi dihadirkan dalam sidang, satu di antaranya Edy sang adik Setiyono, selain juga Raharto Teno Prasetyo, Wakil Wali Kota Pasuruan.

Penolakan memberikan kesaksian itu terungkap ketika hakim menanyai identitas dan kesediaan jadi saki dalam sidang kedua Setiyono kali ini.

Ketika pertanyaan kesediaan itu sampai pada Edy, hakim justru mendapat pernyataan mengejutkan, setelah mendapat jawaban “mengenal Setiyono”.

“Jika diizinkan, tidak jadi saksi,” ujar Edy.

Permintaan itu sepertinya dihormati oleh majelis hakim, hingga pengambilan sumpah Edy terbatas pada pemberian kesaksian kepada Dwi Fitri Nurcahyo (Staf Ahli Bidang Hukum) dan Wahyu Tri Hardianto (Staf Kelurahan Purutrejo).

Baca Juga :   Kota Pasuruan Bentuk Satlak Anti Narkoba

Sikap Edy ini tak menghalangi proses persidangan yang dijalani Setiyono, dengan agenda pemeriksaan saksi tersebut.

Diketahui, ada tujuh saksi dihadirkan, pada sidang Setiyono, Wali Kota Pasuruan nonaktif di Pengadilan Tipikor Surabaya. Mereka di antaranya dikenal dengan sebutan trio kwek-kwek, yakni Andi Wiyono, Prawito dan Ahmad Fadoli.

Kemudian ada pihak swasta lain bernama Wongso Kusumo, yang saat ini menjadi ketua Gabungan Pengusaha Jasa Kontruksi (Gapensi). Satu lagi, Edy Trisulo Yudho, adik Setiyono juga duduk berhimpitan dengan saksi lainnya.

Selain itu, dalam sidang ini, Agus Fajar, Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan juga duduk dalam bangku ruangan sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya yang barada di Jl Juanda Sidoarjo ini. Raharto Teno Prasetyo juga tak ketinggalan dihadirkan untuk menjadi saksi atas kasus pengaturan proyek dan suap menyuap yang menjerat Setiyono.

Baca Juga :   Kades Gunggungan Lor Dijebloskan ke Penjara, Diduga Tilap DD

Kesaksian dibutuhkan untuk mengetahui cara-cara Setiyono dalam mengatur hingga dapat memungut fee proyek, seperti yang dilakukan pada proyek PLUT-KUMKM.

Sekedar diketahui, dari kasus suap proyek PLUT Setiyono dijerat KPK. Ia dibekuk setelah M. Baqir (pengelola CV Mahadhir); Dwi Fitri Nurcahyo (Plh Kepala Dinas PUPR/Staf Ahli Bidang Hukum); dan Wahyu Tri Hardianto (staf Kelurahan Purutrejo) diamankan KPK.

Bahkan, Pengadilan Tipikor Surabaya telah memutus bersalah pada Baqir, dan menghukum 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Hingga warta ini disusun, proses persidangan masih berlangsung. Jaksa Penuntut Umum masih berputar memberikan pertanyaan kepada masing-masing saksi, setelah sebelumnya bertanya ke Setiyono. (ono/ono)