Kebakaran Hutan Berpotensi Terjadi, Meski Titik Panas di Wilayah Tapal Kuda Tak Terdeteksi

1063

Pasuruan (wartabromo.com) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ungkap sebaran titik panas kian meluas di puncak kemarau kali ini. Wilayah tapal kuda terpantau masih aman, meski diimbau tetap waspadai potensi titik panas, yang kerap menjadi petaka.

Kepala Data dan Informasi BMKG Juanda, Teguh Tri Susanto mengungkapkan, kondisi terupdate sebaran titik panas di Jawa Timur hingga Jumat, (9/8/2019) pukul 23.00 WIB terdapat pada satu titik hotspot atau titik panas, yakni di Banyuwangi dengan tingkat akurasi 50% hingga 60%.

Sementara wilayah Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang, dalam pengamatan BMKG diungkapkan bukan bagian dalam peningkatan sebaran titik panas pada musim kemarau kali ini.

Baca Juga :   Angin Kencang, Pohon di Kabupaten Pasuruan Bertumbangan

Dari catatan yang dimiliki BMKG, kondisi di wilayah tapal kuda tersebut, dipastikan masih aman. Kendati demikian, Teguh Tri Susanto tetap mengimbau agar masyarakat terus mewaspadai terhadap kemungkinan terjadinya Karhutla.

Sekadar informasi, peningkatan jumlah titik panas saat ini akibat kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering, kerap membuat tanaman menjadi mudah terbakar. Seperti pada hutan dan lahan wilayah Gunung Arjuno, yang beberapa waktu lalu sempat mengalami kebakaran.

“Untuk mengantisipasinya, mohon tidak melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar,” imbaunya, Sabtu (10/8/2019).

BMKG tetap berkoordinasi dengan BPBD setempat serta instansi terkait, hingga masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan. Bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih juga sepatutnya menjadi perhatian.

Baca Juga :   Jago Merah Mengamuk, 2 Rumah dan Gudang Mebel di Sebani Ludes

Untuk diketahui, sebagian besar wilayah Indonesia dan beberapa wilayah di ASEAN, seperti Papua Nugini sedang mengalami musim kemarau (monsun Australia). Di mana pola angin secara umum berasal dari arah tenggara yang bersifat kering.

Selain itu, kondisi musim saat ini juga dipengaruhi oleh anomali suhu permukaan laut di perairan Indonesia yang negatif khususnya di selatan ekuator. Belum lagi El Nino dengan intensitas lemah, berlangsung dari akhir 2018 menuju kondisi netral, serta Indian Ocean Dipole Mode yang saat ini bernilai positif. Hal itu mengakibatkan musim kemarau tahun ini lebih kering dari tahun 2018, dan kondisi lahan -khususnya gambut- berpotensi menjadi lebih mudah terbakar. (ptr/ono)