Terima Dakwaan, Abdul Kadir Ogah Gunakan Eksepsi

671

Probolinggo (wartabromo.com) – Abdul Kadir menjalani sidang perdana atas dugaan penggunaan ijazah palsu Paket C di Pengadilan Negeri Kabupaten Probolinggo pada Kamis, 5 Desember 2019. Dalam sidang ini, ia enggan menggunakan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sidang perdana kasus dugaan penggunaan ijazah palsu Paket C diketuai Gatot Ardian Agustriono, digelar di Ruang Cakra PN Kabupaten Probolinggo.
Abdul Kadir yang mengenakan baju tahanan berwarna oranye dengan peci hitam didampingi oleh Husnan Taufik, selaku kuasa hukum.

Tim JPU dari Kejaksaan Negeri Kraksaan, mendakwa Abdul Kadir telah melanggar Pasal 266 Ayat (2) sub 263 Ayat (2) KUHP serta Pasal 69 ayat [1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Baca Juga :   Surati TNBTS, PHRI Desak Bromo Dibuka

“Ijazah paket C ini, digunakan oleh terdakwa untuk maju dalam pemilihan legislatif 2019 lalu,” kata Kasi Pidum Kejari Kraksaan, Ardian Junaedi saat membacakan surat dakwaannya.

Pasca pembacaan surat dakwaan, majelis hakim mempersilahkan terdakwa untuk mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan itu, pada sidang selanjutnya.

Namun, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Probolinggo dan kuasa hukumnya menolak kesempatan yang diberikan hakim. Alasannya karena sudah mempelajari isi dakwaan itu.

“Kami tidak menggunakan kesempatan eksepsi, sudah menerimanya dari awal. Setelah kami pelajari, surat dakwaannya itu sudah memenuhi persyaratan. Jadi kami tidak akan mengajukan eksepsi alias menolak ajuan eksepsi,” terang Husnan Taufik.

Alasan lainnya adalah agar proses persidangan lebih cepat. Di mana pada Senin, 9 Desember nanti, sidang sudah menghadirkan saksi-saksi. “Biar persidangannya dipercepat dan agar datang tersangka-tersangka baru dalam kasus ini. Jadi kami tolak untuk mengajukan eksepsinya,” jelas mantan legislator itu.

Baca Juga :   Buku Aidit Disita Polisi, Komunitas Vespa Literasi Lanjutkan Aktivitas

Ancaman hukuman Pasal 266 yakni pidana penjara selama 7 tahun dan Pasal 263 ancaman 6 tahun penjara. Sedangkan Pasal 69 ayat [1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.

“Kami mengenakan 3 pasal dakwaan, tapi itu bukan pasal berlapis. Mana yang nantinya terbukti dari 3 pasal dakwaan itu,” ujar Kasi Pidum. (cho/saw)