Menanti Pemkot Pasuruan yang Lebih Terbuka

3727
Kota Pasuruan konsisten mendapat skor mungil, ‘D’.
Pemkot Pasuruan dituntut segera membenahi transparansi lembaga publik miliknya. Jika tidak, sulit rasanya mentas dari cap daerah “tidak terbuka”‘

Laporan Amal Taufik

SAYANGNYA itikad itu belum juga terlihat nyata. Setidaknya, itu bisa dilihat dari laporan Komisi Informasi Publik (KIP) Jawa Timur, selama tahun 2017-2018.

Selama kurun waktu dua tahun itu, Kota Pasuruan konsisten mendapat skor sangat mungil dengan predikat keterbukaan informasi publik ‘D’.

Pada tahun 2017, dari 38 kota/kabupaten se-Jawa Timur Kota Pasuruan menempati rangking 36 dengan kategori “Tidak Terbuka”. Kemudian pada tahun 2018, naik tiga tingkat meski tetap dalam kategori “Tidak Terbuka”. Begitu pula tahun 2019 ini.

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Pasuruan Gatot Budiono mengakui bahwa keterbukaan informasi masih menjadi PR besar bagi Pemkot Pasuruan.

Baca Juga :   Percobaan Penculikan Anak di Probolinggo hingga 2 Pemuda Berpenampilan Kekinian Ternyata Ahli Jambret | Koran Online 14 Feb

Permasalahan utama, menurut Gatot, tuntutan transparansi berbasis digital tidak berbanding lurus dengan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Pemkot.

Setiap Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di Kota Pasuruan memiliki website masing-masing. Hanya saja tidak semua OPD akselerasinya cepat dalam mengunggah data dan informasi di website mereka.

Gatot pun menyebut jumlah pegawai yang memiliki kemampuan digital sangat terbatas.
“Pertama, SDM. Kedua, seringnya berganti-ganti pegawai. Misalnya, ada satu orang yang sudah paham cara mengelola website, eh tiba-tiba dipindah. Akhirnya ngajari lagi, tidak paham lagi,” ujar Gatot.

Ia menjelaskan, dalam pelayanan informasi, ada informasi yang terbuka diakses publik, ada juga informasi yang tidak bisa sembarang diakses publik. Tapi untuk informasi seperti APBD beserta rinciannya, data penerima DAK, penerima hibah pemerintah itu merupakan informasi yang sah untuk diketahui publik.

Baca Juga :   Kilas Balik Kriminal 2019, Penemu HP Diancam 5 Tahun Penjara hingga Suami Gadaikan Istri Rp250 juta

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Badan Publik wajib mengumumkan informasi secara berkala dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Informasi tersebut di antaranya adalah laporan keuangan dan laporan kinerja Badan Publik tersebut.

Sementara informasi publik yang dikecualikan dalam undang-undang di antaranya informasi yang membahayakan keamanan negara seperti informasi strategi, operasi, taktik yang berkaitan penyelenggaraan keamanan negara.

Kemudian informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi; informasi yang dapat merugikan hubungan luar negeri.

Kenyatannya, sampai detik ini, tidak banyak informasi yang bisa diakses publik di website Pemkot. Bahkan, website yang seharusnya menjadi rujukan masyarakat guna mendapatkan informasi terkait rencana pembangunan dan keuangan, tak ubahnya papan struktur organisasi karena hanya didominasi nama dan struktur pejabat.

Desa Lebih Terbuka Dari OPD

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Jember Rachmat Hidayat berpendapat jika transparansi atau pengelolaan informasi dari pemerintah terbatas, maka yang dikhawatirkan terjadi proses asimetri atau ketidakberimbangan informasi di masyarakat.

Baca Juga :   Soal Penjaringan Calon Wali Kota, Farid Misbach: Siapapun Nanti yang Diusung Wajib Menang

Rachmat mencontohkan peristiwa ambruknya atap SDN Gentong lalu yang menewaskan satu murid dan satu guru. Menurut Rachmat, peristiwa tersebut merupakan contoh terjadinya asimetri informasi di masyarakat. Masyarakat tidak bisa mengetahui akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran.

“Selama ini bagaimana kok masyarakat tidak bisa melihat pengelolaan dana daerah untuk pembangunan SD itu. Apakah itu sudah dicermati?” ujar Rachmat.