Menjelaskan Duduk Persoalan atau Meminta Wartawan Tidak Menulis?

1117
Menolak memberikan keterangan adalah hak, langkah tersebut justru menjadi kerugian.

Oleh As’ad

MENCARI dan menyebarkan informasi adalah tugas utama seorang jurnalis. Atas informasi yang diperolehnya itu, publik diharapkan bisa mengetahui apa yang sedang terjadi di luar dirinya.

Berangkat dari informasi yang diperolehnya itu pula, harapannya publik bisa bersikap. Mengambil peran, membuat penilaian, menyusun perencanaan, melakukan sesuatu, atau bahkan tidak melakukannya.

Basisnya adalah semua informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Bukan ranah privat. Dan, tentu informasi yang diburu tidak hanya yang baik-baik saja.

Banyak juga informasi, kejadian, katakan tidak baik alias bad news yang menuntut untuk disampaikan oleh si jurnalis. Tidak jarang, beberapa justru membuat sebagian pihak panas kuping.

Baca Juga :   Simpatisan FPI yang Ditangkap Polda Ternyata Kepala Madrasah di Warungdowo hingga Sirekap Sudah 100%, Gus Ipul-Adi Wibowo Ungguli Petahana | Koran Online 15 Des

Misalnya saja ketika si jurnalis mendapat informasi indikasi korupsi oleh pejabat. Bagi si jurnalis, tentu kabar tersebut harus dikejar. Jika data dan fakta sudah didapat, tentu jurnalis bersangkutan wajib menuliskannya.

Persoalannya, beberapa kasus, pihak bersangkutan terkadang enggan memberi penjelasan ketika dikonfirmasi. Alih-alih menyampaikan detail persoalan, malah terkadang meminta si wartawan tidak menulis berita dimaksud.

Meski menolak memberikan keterangan adalah hak, langkah tersebut justru menjadi kerugian bagi yang bersangkutan. Sebab, dengan begitu, kesempatan dirinya untuk menjelaskan duduk persoalan hilang.

Selain itu, keengganan memberikan penjelasan juga menyebabkan hak publik untuk mendapat informasi berimbang dan utuh menjadi berkurang. Akibatnya, informasi yang masuk makin liar. Yang boleh jadi ujungnya justru mendiskreditkan yang bersangkutan.

Baca Juga :   Wakil Wali Kota Pasuruan Lepas 23 Santri, Ikuti Porsadin IV Jatim

Yang lebih parah lagi, beberapa narasumber rela memberikan imbalan kepada wartawan. Meski dengan dalih untuk pertemanan, menjaga hubungan baik, usaha tersebut justru makin keliru.

Satu, maksud pemberian itu tak lain adalah untuk mengendalikan konten berita. Atau bahkan supaya beritanya tidak naik tayang. Jika ini, maka pemberian suap tersebut termasuk dalam bagian menghalangi hak publik mendapat informasi.

Kedua, pemberian itu justru kian menegaskan adanya indikasi pelanggaran, sebagaimana informasi awal yang didapat sang wartawan.

Lalu, bagaimana seharusnya?

Menjelaskan duduk persoalan adalah jalan keluarnya. Karena dengan penjelasan yang utuh akan menghindarkan kesimpangsiuran informasi. Apalagi di era seperti sekarang ini. Di mana publik begitu mudah mendapat informasi, meski kredibilitasnya belum jelas.

Baca Juga :   Dari Pelacakan, 300 Warga Bersinggungan dengan Pasien Positif Corona di Kabupaten Probolinggo

Adanya penjelasan akan jauh lebih baik. Karena dengan begitu, publik bisa mendapatkan informasi yang berimbang, utuh, dan tidak sepihak. Apakah pelanggaran itu benar terjadi atau tidak, publik yang bisa menilai. (*)

(asd)