Polisi Garuk 9 PSK di Paiton dan Tegalsiwalan, Terungkap Segini Tarif-nya

14273

Probolinggo (wartabromo.com) – Asyik mangkal di sejumlah warung, 9 pekerja seks komersial (PSK) diciduk Sat Sabhara Polres Probolinggo. Ada juga 2 lelaki hidung belang yang diamankan.

Mereka diciduk di dua lokasi berbeda. Kali pertama yang disisir oleh Sat Sabhara adalah warung kopi di Desa Plampang, Kecamatan Paiton dan
Desa Banjarsawah, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo.

Di tempat pertama, polisi mendapati 3 PSK dan 2 lelaki hidung belang. Sedangkan di lokasi kedua, mendapatkan 6 PSK yang lagi mangkal menunggu pelanggan. Berasal dari Probolinggo, Lumajang, Jember, Pasuruan, Situbondo, dan Banyuwangi.

“Ya minggu-minggu ini, kita gencar melaksanakan giat berantas kejahatan jalanan dan prostitusi. Ada 9 PSK dan 2 pelanggan yang terkait kasus prostitusi. Untuk kejahatan jalanan berhasil mengungkap 42 kasus,” ujar Kapolres Probolinggo, AKBP. Eddwi Kurniyanto saat merilisnya pada Jumat siang, 17 Januari 2020.

Baca Juga :   Kasada Digelar Khusus Masyarakat Tengger

Para PSK itu mematok tarif bawah Rp60 ribu, sedangkan tarif atas Rp75 ribu untuk satu kali jasa esek-esek. Sehari minimal 1 orang memakai jasa mereka. “Menunggu saja, di dalam kamar. Satu kali sehari,” kata YT, wanita asal Lumajang itu.

YT mengaku mempunyai suami dan anak di kampung halaman. Dengan alasan membantu perekonomian keluarga, ia nekat merantau. Tak hanya YT, RY juga punya suami dan anak di rumah. “Saya baru 3 bulan kerja kayak ini. Punya suami dan anak di rumah,” kata RY.

Mereka dijerat dengan Perda Kabupaten Probolinggo Nomor 05 Tahun 2005 tentang Pemberatasan Pelacuran di Tempat Umum dalam Kabupaten Probolinggo, Pasal 2 ( Untuk Laki – Laki ) dan Pasal 3 Ayat 1 ( Untuk Perempuan ). Alias hanya dikenakan tindak pidana ringan (tipiring) dengan sanksi yang lemah.

Baca Juga :   Dijanjikan Kerja, Perempuan Ini Malah Diperkosa, hingga Cerita Warga di Purwosari Diduga Tolak Pemakaman Jenazah PDP | Koran Online 14 Juli

Sayangnya, pemilik warung yang menyediakan kamar atau lapak, tak diamankan oleh polisi. Petugas beralasan tidak cukup bukti untuk menjerat mereka.

“Pemilik warung kita koordinasikan dengan Pemda dan MUI. Bersama-sama membersihkan dari segala kegiatan asusila dan prostitusi. (cho/saw)