Bulan di Pelabuhan Stockholm

1270

Untuk kesekian kalinya kami tertawa bersamaan. Sepertinya kesedihan telah berubah menjadi kebahagiaan. Sementara bulan masih menggantung di langit. Masih bercahaya bersama bintang-bintang. Dan malam terlampau malam. Semua wanita di taman ini sudah puas mengeluarkan air matanya. Semuanya berangsur pergi meninggalkan taman. Dari kejauhan, sebuah kapal pesiar berlabuh. Orang-orang turun dari kapal dengan wajah lelah. Tatapan Sofia tertuju ke orang-orang itu.
“Itu mantan suamiku,” ucap Sofia datar.
“Mana?”
“Yang mengenakan kemeja putih bergaris dan membawa koper ungu. Bersama seorang wanita dengan rambut tersanggul yang menggendong bayi.”
Kuperhatikan gerombolan orang itu dengan teliti. Dan, ketemu. Keluarga yang tampak bahagia itu semakin mendekat ke taman ini. Semakin dekat dan menjadi lebih dekat lagi. Laki-laki itu sepertinya adalah pekerja keras. Rambutnya beruban. Tak cocok dengan wajahnya yang terlihat masih muda. Sedangkan wanita itu hanya menunduk. Menimang-nimang bayinya yang terus menangis. Sesekali wajahnya terangkat. Ketika kedua mataku melihat dengan jelas wajah wanita itu, ada sesuatu yang membuat napasku menjadi tidak teratur. Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
“Kau kenal wanita itu?” Sofia bertanya.
“Tidak. Tapi bagaimana jika seandainya wanita itu adalah istriku?”
Sofia terdiam. Kemudian tertawa. “Ha-ha… itu berarti kau benar-benar mandul!”
Sepertinya wanita di sebelahku ini sudah berhasil melupakan kesedihannya. Namun udara dingin membuatku tak ingin tertawa. Sementara di kejauhan, keluarga yang berbahagia itu sudah hilang ditelan malam. Pandanganku beralih ke bulan. Cahayanya masuk ke dalam mataku.“Kau benar, Sofia. Barangkali aku memang mandul!” (*)

Baca Juga :   Pudarnya Perajin Perak di Gajahbendo, Kabupaten Pasuruan

Penulis kelahiran Situbondo, 23 Februari 1996. Cerpennya tersebar di berbagai media cetak dan online. Buku kumpulan cerpen terbarunya, Sebelum dan Setelah Hujan, Sebelum dan Setelah Perpisahan (2020).