Bersiasat Agar Tak Tamat; Cerita Para Pedagang di Tengah Pandemi

1474
Pandemi yang tak kunjung usai memaksa orang-orang ini bersiasat. Menggadaikan motor, perhiasan, hingga handphone agar tak habis riwayat.

Laporan: Amal Taufik

“KALAU ditanya takut, ya, takut sama korona. Tapi kalau tidak jualan, anak istri makan apa?” kata Suhermanto (37) sambil mengelap gerobak es dawetnya.

Pada Jumat (01/04/2020) siang itu, Suhermanto sedang mempersiapkan amunisi jualannya di rumah kontrakannya di Kelurahan Kebonagung, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan.

Bisa dibilang, rumah kontrakan itu cukup sederhana. Bercat kuning dengan ukuran tak seberapa besar, kasur busa segi empat beserta satu televisi tabung tampak menghiasi ruang tamu.

Ada jeda sepeda motor matic merek Honda Beat. Itu bukan miliknya. Sepeda motor itu ia sewa dari seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Seperti belanja bahan baku es dawet, menggeret gerobaknya ke GOR Untung Suropati, dan lain-lain.

Biaya sewanya Rp 25 ribu per hari dan ia membayarnya seminggu sekali. Sepeda motornya sendiri sudah ia gadaikan beberapa waktu lalu seharga Rp 3 juta. Uang itulah yang ia putar untuk jualan.

Baca Juga :   Bantuan Keuangan Parpol di Kota Pasuruan Telah Ditetapkan, PKB dan Golkar Tertinggi

“Waduh nggak cuma sepeda motor. Emas-emasan anak saya, ponsel, juga sudah hilang,” imbuhnya. Ia bahkan nyaris jual kulkas di kontrakannya, namun batal.

Memang, sejak virus corona merebak di Indonesia, semua terkena imbasnya. Termasuk Suhermanto.

Sehari-hari Suhermanto berjualan di sekitar GOR Untung Suropati mulai jam 11.00 hingga jam 16.00. Sebelum pandemi corona, pulang ke rumah ia bisa membawa pulang penghasilan kotor Rp 350 ribu saban hari. Bahkan, bisa sampai Rp 400 – 500 ribu khusus hari Minggu.

Namun semenjak pandemi ini, penghasilannya anjlok. Yang dibawa pulang hanya berkisar Rp 160 ribu. Bahkan, pernah paling parah ia membawa pulang Rp 80 ribu. Sementara di rumahnya, ada istri dan tiga anaknya yang harus ia nafkahi. “Ya nggak cukup. Sekarang untuk beli kelapa aja Rp 50 ribu,” katanya.

Baca Juga :   Harga Pertalite Kini Setara Premium, hingga APBD Kabupaten Probolinggo Tahun 2021 Rawan Jebol | Koran Online 12 Nov

Suhermanto tidak sendiri. Rekannya sesama pedagang di wilayah GOR Untung Suropati, Sufyantono (40) dan Rianto (26), juga mengalami hal yang sama.

Sufyantono yang penjual kopi di hari-hari biasa bisa membawa pulang penghasilan Rp 100 – 200 ribu. Dan sejak pandemi corona, ia paling banter membawa pulang Rp 30 ribu.

Tentu saja pendapatan itu tidak cukup untuk menghidupi istri beserta dua anaknya dan membayar sewa kos yang ia tinggali bersama keluarganya. Sama seperti Suhermanto, ia pun menggadaikan sepeda motornya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sementara Rianto, yang berjualan tahu campur Lamongan, pada masa pandemi ini bahkan pernah berjualan mulai jam 14.00
hingga jam 00.30 hanya laku 7 porsi. Harga per porsinya Rp 10 ribu, yang jika ditotal berarti hanya membawa pulang Rp 70 ribu.

Padahal di hari-hari biasa ia bisa membawa pulang penghasilan kotor antara Rp 500 – 600 ribu dengan berjualan mulai jam 13.00 hingga jam 23.00. Istrinya bekerja di pabrik dan saat ini terkena rasionalisasi karyawan akibat pandemi.

Baca Juga :   Diserang Bondet, Petani di Kejayan Terluka

“Ya utang ke rentenir. Saya biasanya utang ke rentenir tidak pernah di atas Rp 500 ribu. Sekarang di atas Rp 1 juta,” kata Rianto.

Saat ini yang bisa mereka harapkan adalah stimulan yang dijanjikan pemerintah. Pemkot Pasuruan sebelumnya telah melakukan refocussing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 hingga terkumpul Rp 57 miliar.

Alokasi untuk jaring pengaman sosial sebesar Rp 10,69 miliar dan alokasi untuk pemulihan dampak ekonomi sebesar Rp 9,6 miliar.

Untuk jaring pengaman sosial rencananya tiap KK akan menerima Rp 200 ribu. Sementara untuk pemulihan ekonomi akan
menerima Rp 600 ribu per orang. Jumlah penerima bantuan jaring pengaman sosial ada 13.489 KK, sedangkan untuk bantuan
pemulihan dampak ekonomi penerimanya ada 4.000 orang.