Pilwali 2020, PDI-P : Belum Ada Komunikasi dengan Golkar

1799

Pasuruan (WartaBromo.com) – Partai Golkar dan PDI Perjuangan seakan-akan bakal pecah kongsi di Pilwali Kota Pasuruan tahun 2020. Kondisi itu didukung fakta, jika kedua partai hingga kini belum terjalin komunikasi.

Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Pasuruan, Teddy Armanto mengungkapkan, secara formal partai yang dinaungi belum ada komunikasi politik dengan Golkar. Sehingga sampai saat ini kedua pihak tak pernah membincang persiapan pemilihan wali kota pada Desember 2020 nanti.

Teddy hanya sedikit berkomentar saat ditanya mengapa belum ada komunikasi antara PDI Perjuangan dan Golkar. Selain itu, apakah ada rencana membuka ruang mengulang bangunan koalisi dengan Golkar, seperti pada 2015 silam, pun tak didapatkan penegasan.

Baca Juga :   Ikuti Bincang Pilkada; Strategi Meraih Hati Pemilih

“Politik itu dinamis. Kita tidak bisa memastikan buntu atau bagaimana. Kita ngalir ajalah,” kata Teddy kepada WartaBromo, Senin (22/06/2020).

Golkar dan PDI Perjuangan pada Pilwali tahun 2015 sempat satu rombongan dengan mengusung pasangan Setiyono-Raharto Teno Prasetyo, yang akhirnya memenangi kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pasuruan.

Teddy melanjutkan, hingga saat ini PDI Perjuangan masih solid bersama 2 partai lain yakni Hanura dan NasDem. Diketahui, jalinan tiga partai itu bahkan terbentuk menjadi ikatan formal dalam fraksi gabungan di DPRD Kota Pasuruan saat ini.

Mengenai apakah ada kemungkinan partai lain lagi yang bergabung, Teddy berkomentar yang sama, dengan mengucapkan, bahwa politik itu dinamis.

Baca Juga :   Kades Probolinggo Ogah Bayari Tunggakan PBB hingga Aksi Emak-Emak Gagalkan Pencurian Motor | Koran Online 10 Sep

“Kita nggak bisa ngomong tidak koalisi sama Golkar, sama PKB, ternyata tahu-tahu ada komunikasi seperti itu (koalisi), kan kita juga nggak tahu,” imbuh Teddy.

Sementara itu, senada dengan Teddy, Plt Ketua DPD Golkar Kota Pasuruan, Syaifullah Maksum, juga mengatakan bahwa antara Golkar dan PDI-P hingga saat ini belum ada komunikasi secara formal.

“Mungkin frekuensinya saja masih belum sama ini. Tapi namanya politik, bisa saja yang mungkin menjadi tidak mungkin, yang tidak mungkin menjadi mungkin,” kata Syaifullah beberapa waktu lalu. (tof/ono)