A Separation (2011): Lebih Dari Sekadar Drama Pegat

2568

Proses dekonstruksi itu, oleh Farhadi dilakukan secara halus dan menciptakan kesan manusiawi. Baik keluarga Razieh maupun keluarga Nader tidak menunjukkan perubahan secara radikal. Tetapi ada refleksi, konteks situasi, pola pikir, dan pengalaman mendalam yang terlibat di dalamnya.

Selain konflik kelas, yang saya tangkap dari film ini adalah anak-anak di tengah problematika orang tua. Termeh, anak Nader-Simin, tampak sekali tak menginginkan orang tuanya bercerai. Dalam beberapa scene, ia melakukan tindakan-tindakan yang membikin ibunya jengkel. Tujuannya agar sang ibu bisa berdamai dengan ayahnya.

Tak hanya Termeh, anak perempuan Razieh yang berusia 5 tahun juga ditampilkan betapa psikologisnya terganggu akan masalah orang tuanya. Ia bahkan membuat, di buku gambarnya, gambar kedua orang tuanya yang sedang bertengkar.

Baca Juga :   Menjaring Ilmu di Dermaga, Berekreasi Literasi

Dan terakhir adalah narasi film yang lepas dari oposisi biner. Siapa benar dan siapa salah. Mungkin kita akan bertanya-tanya tentang itu. Farhadi tidak memberikan jawabannya. Ia hanya menawarkan “makna” baru dan mengajak kita terlibat dan merenungkan konflik yang sebenarnya sering terjadi di sekitar kita.

Ketika film ini berakhir, saya kira memang sangat-sangat layak karya Asghar Farhadi ini memenangi Golden Bear untuk film terbaik dan Silver Bear untuk aktor terbaik dan aktris terbaik dalam ajang Berlin Film Festival. Dan jika ada ensiklopedi berisi rekomendasi film yang perlu ditonton sebelum meninggal dunia, maka A Separation wajib masuk dalam ensiklopedi tersebut.

*Penulis merupakan jurnalis WartaBromo.com.