Nestapa Asriyatun: Dipukuli dan Disekap, Gaji Tak Dibayar

956

Probolinggo (WartaBromo.com) SESEKALI Asriyatun memegangi kepalanya. Kenangannya berputar jauh ke belakang, mengingat rangkaian peristiwa yang dialaminya selama menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia.

Sembari duduk di kursi plastik, perempuan 44 tahun ini mulai menceritakan ketika awal ia menjadi TKW. Semua berawal dari perkenalannya dengan seseorang pada 2019 silam.

Kepada dirinya, sang kenalan baru itu mengaku memiliki koneksi dengan ‘agen’ yang bisa memberangkatkannya ke Malaysia. Hingga kemudian, ia sepakat untuk menemui sang agen dan menceritakan keinginannya menjadi TKW.

Asriyatun sama sekali tak curiga meski semua proses berjalan begitu cepat Sampai dua pekan sejak pertemuan itu, ia dipanggil untuk berangkat ke Juanda Surabaya. “Ya karena ingin memperbaiki ekonomi jadi nekad saja,” katanya.

Di Surabaya, ia dipertemukan dengan dua lekaki yang juga berencana merantau ke Malaysia. Karena itu, ia pun makin yakin, hingga kemudian terbang ke di Bandara Hang Nadim, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Baca Juga :   Mudik ke Probolinggo, Puluhan Pekerja Migran Dikarantina

Sesampainya di Kota Batam, ia kemudian dijemput oleh lelaki yang mengaku berasal dari Madura. Lelaki inilah yang kemudian mengurus paspornya untuk menuju ke Malaysia.

Seraya menunggu proses pembuatan paspornya kelar, ia menginap di tempat penampungan yang sudah disediakan. Seminggu kemudian, ia mendapatkan kabar paspornya sudah selesai. Namun, ia merasa ada yang janggal.

Sebab, paspor yang seharusnya untuk tujuan bekerja, ternyata untuk melancong atau wisata. Yang lebih aneh lagi, ia tidak pernah diizinkan memagang paspornya itu.

“Saya tidak tahu dari paspor saya itu alamatnya di mana, apa sebagai orang Pakuniran apa orang Batam, karena buatnya di Batam, dan saya tidak pernah megang. Yang urus pun dia (Orang Madura, Red) sudah, gratis. Saya tidak dimintai uang untuk paspor ini,” katanya.

Sejenak Asriyatun berhenti bercerita dan mempersilakan WartaBromo menikmati suguhan di meja.

Baca Juga :   Seorang Pekerja Migran Pulang ke Lumajang Positif Covid-19, Satu Bus Bakal Jalani Tes Swab

Asriyatun, memang tak begitu paham perbedaan paspor pelancong dan pekerja. Yang ia tahu, paspor merupakan syarat baginya untuk bisa bekerja di luar negeri. Ia pun kembali melanjutkan perjalanannya ke Malaysia.

Setibanya di Malaysia, ia kemudian dibawa ke agen penyalur tenaga kerja yang ada di Johor. Dari agen ini lah kemudian ia dijemput calon majikannya yang merupakan seorang dokter keturunan India.

Sejenak Asriyatun merasa tenang. Setidaknya ia sudah bisa membayangkan untuk bisa mengirim uang bulanan ke keluarganya yang ada di kampung. Tetapi, ketenangan itu hanya sesaat. Karena sejak bekerja, ia tak pernah disodori surat perjanjian kerja yang mampu menjamin haknya sebagai seorang TKW.

Justru, dari majikannya ini kerap kali ia menerima kekerasan fisik maupun psikis. Dipukuli hingga disekap. “Saya pernah dipukul pakai rotan di bagian kepala. Bilangnya kerja saya lambat,” paparnya.

Baca Juga :   TKI Asal Lumajang Jadi Korban Kapal Tenggelam di Malaysia

Suatu waktu, ketika saudara dari majikannya ini berkunjung, ia terpaksa kembali menerima siksaan lantaran tidak tahu keberadaan dompet saudara majikannya yang hilang. “Sudah dipukuli, gaji saya juga diambil, katanya buat ongkos pembuatan paspor saya,” keluhnya.

Banyaknya siksaan yang ia terima, membuatnya memberanikan diri untuk kabur tanpa membawa identitas apapun. Sampai kemudian ia beristirahat di sebuah masjid yang berada di tepi jalan. Tak disangka, di masjid ini ia lantas bertemu dengan orang Indonesia. Pria ini mengaku bisa menyambungkannya untuk kembali mendapatkan pekerjaan.

Oleh pria ini, ia kemudian diantar kepada calon majikan barunya dan dijanjikan gaji 600 Ringgit perbulan. Nyatanya, angka gaji terebut hanya janji palsu. Ia justru hanya menerima 50 Ringgit saban bulannya. “Ketika saya tanya sisanya, katanya mau disimpankan biar aman dan tidak hilang,” ujarnya.