Cerita Petani : Mangga Alpukat Mulai Panen, Sekilo Rp 35 Ribu

551

Sukorejo (WartaBromo.com) – Meski mulai memasuki musim pancaroba, namun para petani mangga alpukat di Kabupaten Pasuruan saat ini justru sumringah.

Pasalnya, pohon-pohon mangga alpukat sudah mulai berbuah dan bisa dipanen, untuk kemudian dijual kepada para pecinta buah yang terkenal dengan aroma ranum itu.

Salah satu petani yang berhasil mengembangkan mangga alpukat adalah Sugiono, warga Desa Wonokerto, Kecamatan Sukorejo.

Pria yang kini berusia 37 tahun ini sudah mulai menekuni bisnis mangga alpukat sejak lama. Total ia memiliki 500 pohon yang ditanam di ladang seluas 2 hektar.

Ditanya soal pesanan yang datang kepadanya, ia mengaku sudah punya langganan. Meskipun belum masuk panen raya, tapi masyarakat dari berbagai jenis profesi yang membeli mangga alpukat miliknya, sangat banyak. Sebab, jumlah mangga yang sudah dipanen dan dijual mencapai lebih dari 3 ton.

“Sekarang sudah 3 ton mangga yang saya panen dan jual ke pelanggan. Pokoknya sudah lima kali petik,” kata Sugiono saat ditemui di ladang miliknya, Selasa (11/10/2022).

Baca Juga :   Wabup Pasuruan Ajak Petani Mangga Kompak

Sejauh ini, Sudiono sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Tak hanya melayani warga Pasuruan saja, mangga miliknya disukai hampir seluruh daerah di tanah air. Seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bogor hingga Kalimantan. Menurutnya, mangga miliknya sangat berbeda dengan mangga yang lain. Yakni rasa yang sangat legit, tekstur buah mulus, lembut di mulut, dan buahnya besar-besar.

Saat ditanya perihal harga per kilogramnya, Sudiono mengaku menjual dengan harga Rp 35 ribu untuk grade A dan Rp 15 ribu untuk Grade B. Harga tersebut terbilang cukup mahal, lantaran masih belum memasuki musim panen raya.

“Kalau pas panen raya hanya Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu untuk grade A. Kecuali kalau kita pameran ke luar kota, itu agak beda harganya kita khan juga butuh akomodasi dan lain-lain,” jelasnya.

Sementara itu, saat ditanya terkait antisipasi lalat buah yang menjadi hama paling ditakuti para petani mangga, pria yang juga menjabat Kepala Desa Wonokerto itu menegaskan sudah punya cara untuk menangkalnya. Yakni dengan memasang trap alias jebakan yang dipasang di salah satu pohon dengan radius 100-300 dengan trap berikutnya.

Baca Juga :   Gagal Panen, Petani Mangga di Rembang Rugi Ratusan Juta Rupiah

Pemasangan trap tersebut cukup berhasil untuk memancing lalat buah jantan agar masuk ke jebakan tersebut dan menarik lalat buah lainnya. Sehingga kawanan lalat buah tak jadi merusak perkembangan buah mangga itu sendiri.

“Kalau lalat buah itu senangnya menusukkan telurnya ke buah mangga. Lama kelamaan mangga akan jadi busuk, sehingga nggak bisa dipanen. Makanya saya pasang trap,” tegasnya.

Seperti diketahui, Mangga alpukat merupakan sebutan untuk buah mangga yang dikupas dan dimakan seperti halnya buah alpukat. Keistimewaan mangga ini adalah pada rasanya yang lebih manis dan tahan lama. Berbeda dari jenis mangga yang biasa dikenal oleh masyarakat, cara menyantap mangga alpukat ini pun cukup praktis.

Baca Juga :   Kemarau Panjang, Produksi Mangga Turun

Mangga ini tidak perlu dikupas kulitnya, tapi cukup dengan dibelah tengahnya kemudian diputar hingga terbelah menjadi dua. Lalu daging buahnya dapat langsung dimakan menggunakan sendok seperti makan buah alpukat. Itulah kenapa mangga ini disebut dengan mangga alpukat.

Selain cara makannya yang fenomenal, mangga alpukat ini mempunyai keistimewaan lain yaitu daging buahnya yang lebih tebal, tekstur lebih padat, jumlah serat buah yang sedikit, kadar air yang lebih rendah serta ukuran pohonnya yang tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan dalam memetiknya.

Mangga alpukat sebetulnya bukan perkawinan antara mangga dengan alpukat. Mangga alpukat adalah mangga gadung klon 21 yang sering disamakan dengan mangga arumanis klon 143. Ini karena keduanya memiliki bentuk yang mirip. Meskipun mirip, kedua jenis mangga ini memiliki beberapa perbedaan. Buah ini baru dipatenkan atau diakui sebagai buah asli Kabupaten Pasuruan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2016 lalu. (mil/yog)