Noktah Merah Perkawinan (2022): Komunikasi Adalah Kunci

430

Oleh: Amal Taufik

Enam tahun lalu saya menonton Critical Eleven (2017) dan saya pikir itu adalah film Indonesia dengan tema drama rumah tangga terbaik yang pernah ada. Critical Eleven, bagi saya, sangat berkesan. Sebagai film Indonesia, ia berani menyodorkan sudut pandang lain dalam konflik rumah tangga.

Tahun ini, saya merasa dihibur lagi dengan tontonan berjudul Noktah Merah Perkawinan (2022).

Noktah Merah Perkawinan sebenarnya sudah dirilis di bioskop tahun lalu. Namun baru di awal tahun 2023, film yang disutradarai Sabrina Rochelle Kalangie ini dirilis di aplikasi streaming Netflix.

Dalam 119 menit, penonton akan disuguhi cerita tentang pernikahan Gilang (Oka Antara) dan Ambar (Marsha Timothy). Mereka telah menikah selama 11 tahun dan satu bulan yang lalu, terjadi pertengkaran hebat.

Sabrina tidak memperlihatkan bagaimana ‘pertengkaran hebat’ satu bulan yang lalu itu terjadi. Ia hanya menuturkan konflik pasangan itu secara konsisten dari cara komunikasi Gilang dan Ambar.

Memang, komunikasi verbal menjadi hal dominan dalam film ini. Narasinya berbobot. Cara bertutur, baik Gilang maupun Ambar terkesan halus, lembut, namun seperti menyimpan bom waktu yang siap meledak.

Baca Juga :   Arrival (2016): Peran Bahasa Dalam Sains

Keruhnya rumah tangga Gilang dan Ambar sebenarnya dipicu buruknya komunikasi mereka berdua. Perbincangan tentang masalah internal rumah tangga tak pernah ada titik temu.

Bukan karena saling ngotot, tetapi karena sikap mereka yang tidak mau memahami satu sama lain. Gilang merasa semua hal bisa diputuskannya sendiri. Sementara Ambar merasa tidak pernah dianggap dan menanggung semua masalah sendirian.

Konflik pasangan suami istri itu makin ruwet ketika Yuli (Sheila Dara Aisha), murid Ambar dalam kelas membuat keramik, masuk ke dalam rumah tangga mereka. Belum lagi ibu dari Ambar dan Gilang yang juga ikut masuk.

Dalam keruhnya situasi itu, sang sutradara benar-benar pandai dalam memainkan tempo. Dinamika emosi karakter dibangun pelan-pelan hingga penonton bisa ikut bersimpati.

Permainan tempo itu saya kira berhasil. Penonton akhirnya bisa bersimpati bahwa karakter dalam film ini layaknya manusia pada umumnya. Mereka bisa salah atau keliru, tetapi tidak benar-benar jahat.

Baca Juga :   Wah! Film Petualangan Sherina Jilid 2 Bakal Diproduksi?

Bahkan Yuli, meski bisa saja diberikan gelar terburuk zaman ini: pelakor, ia masuk ke rumah tangga Gilang dan Ambar tidak dengan cara yang provokatif, sebagaimana figur pelakor biasanya dicitrakan. Karakter Yuli ini pun menarik simpati.

Scene yang paling saya sukai dalam film ini adalah rentetan keributan Gilang dan Ambar di dapur. Akting dan dialog keduanya tampak begitu solid. Intensitas dinaikkan hingga klimaks pada adegan “tampar-menampar”.

Selain konflik rumah tangga yang keruh, film ini juga memunculkan satir tentang pernikahan. Saya menangkap satir ini saat munculnya konselor pernikahan, Kartika (Ayu Azhari). Ambar mengajak Gilang berkonsultasi kepada Kartika dengan tujuan rumah tangganya membaik.

Sebelum berangkat, Ambar bertanya kepada dirinya sendiri, “Penasehat pernikahan gitu keluarganya sempurna kali ya?”

Pertanyaan Ambar itu dijawab di scene awal film ketika Kartika bertemu Yuli. Di situ terungkap bahwa pernikahan si penasehat pernikahan itu sendiri ternyata berakhir perceraian.

Baca Juga :   Cerita KKN di Desa Penari Segera Difilmkan

Secara visual, film ini juga banyak memainkan simbol-simbol. Film yang bercerita tentang pasangan yang nyaris pegat ini sama sekali tidak bernuansa suram atau bahkan gelap.

Gilang dikisahkan berprofesi sebagai arsitek taman. Banyak gambar-gambar taman penuh tanaman indah ditampilkan. Sementara Ambar adalah seorang pembuat keramik. Ada adegan di mana keramik yang dibuat Ambar jatuh lalu pecah.

Noktah Merah Perkawinan barangkali semacam katarsis bagi penontonnya. Gilang dan Ambar digambarkan berkecukupan secara ekonomi. Konflik mereka bukan konflik ekonomi. Bahkan secara substansi sebenarnya juga bukan karena faktor eksternal lain seperti hadirnya Yuli di rumah tangga mereka.

Film ini tentang bagaimana membangun komunikasi yang baik dalam rumah tangga. Komunikasi yang buruk memicu salah persepsi yang tentu akan berujung konflik.

Konklusi pernikahan Gilang dan Ambar, oleh Sabrina, ditutup dengan manis dalam scene di Pengadilan Agama. Gilang berucap dengan lembut, “Aku masih mau habiskan sisa hidupku sama kamu. Seberat apapun itu.”

Apakah mereka akhirnya bercerai? Tonton sendiri filmnya.