Mengulas Sakera Pahlawan Pasuruan

99

Pasuruan (WartaBromo.com) – Sakera, tokoh pahlawan legendaris yang berasal dari keturunan Pulau Madura, memainkan peran penting dalam melawan penjajahan Belanda pada awal abad ke-19. Ia dikenal sebagai seorang ahli bela diri yang berani melawan pemerintahan Belanda di perkebunan tebu di wilayah Bangil.

Namun, perjuangan heroiknya tidak luput dari cobaan, dan ia akhirnya ditangkap setelah dikhianati oleh salah satu rekan seperjuangannya. Tempat peristirahatan terakhirnya berada di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, yang terletak di ujung selatan Kota Bangil.

Kisah kepahlawanan Sakera, pahlawan asli Madura ini, telah menjelma menjadi legenda yang sangat terkenal di Jawa Timur.

Perlu diketahui juga bahwa Etnis Madura dikenal sebagai kelompok suku yang cenderung menjalani kehidupan perantauan dalam upaya menggapai peluang baru. Kebiasaan ini menciptakan persepsi bahwa orang Madura memiliki kemampuan adaptasi yang kuat dalam lingkungan yang baru.

Namun sayangnya, Etnis Madura sering berhadapan dengan pandangan negatif yang menganggap mereka sebagai kelompok yang cenderung melakukan kekerasan.

Stigma ini bermula dari sejarah dahulu kala, termasuk peristiwa seperti Perang Sampit, yang telah menyadari persepsi yang salah terkait hubungan mereka dengan kelompok suku lainnya.

Meskipun demikian, realitas kompleksitas budaya dan individu dalam masyarakat Madura perlu diperhatikan lebih mendalam.

Cerita luar biasa mengenai pahlawan yang berasal dari Bangil ini memiliki popularitas yang tak terbantahkan di Jawa Timur, terutama di Pasuruan dan Madura.

Sakera, yang sebenarnya bernama Sadiman, lahir dari latar belakang ningrat dan termasuk dalam kelas Mas. Ia hidup dalam semangat Islam yang kuat serta memiliki sifat yang sangat sholeh dan tekun.

Sakera menjalani profesi sebagai mandor di perkebunan tebu yang dimiliki oleh pabrik gula Kancil Mas di Bangil. Di antara para pekerja, ia dikenal sebagai seorang mandor yang rendah hati dan sangat peduli terhadap kesejahteraan mereka.

Oleh karena itu, ia mendapat julukan Sakera. Di baliknya yang mulia, Sakera juga adalah seorang pejuang yang melawan penjajahan dengan sepenuh hati.

Suatu ketika, setelah musim giling usai, gula tersebut memerlukan lahan baru untuk menanam tebu. Orang Belanda, yang penuh dengan ambisi, ingin membeli tanah tersebut dengan harga rendah.

Mereka memanfaatkan Carik Rembang untuk memperoleh tanah tersebut dalam waktu singkat dan dengan biaya minimal.

Menjanjikan ketidakseimbangan kekayaan. Carik Rembang pun dengan kejam memaksa rakyat memberikan tanah untuk perusahaan, yang menyebabkan Sakera selalu membelanya.

Ketidakadilan yang terjadi berkali-kali membuat Sakera berdiri di belakang rakyat. Namun, hal ini membuat Carik Rembang melapor kepada pemimpin perusahaan, yang kemudian mengirim Markus untuk membunuh Sakera.

Saat pekerja beristirahat di perkebunan, Markus marah dan menantang Sakera. Sakera marah dan membunuh Markus beserta pengawalnya. Tindakan ini membuat buronan polisi Belanda.

Saat mengunjungi ibunya, Sakera diserang oleh Carik Rembang dan polisi Belanda. Diancam akan membunuh ibunya, Sakera menyerah dan dipenjarakan di Bangil. Di penjara, Sakera menderita siksaan harian. Meski merindukannya, dia tetap berjuang.

Pembunuhan Carik Rembang, petinggi perkebunan yang menindas rakyat disingkirkan, bahkan kepala polisi Bangil juga jadi korban.

Sakera demi ketidakseimbangan. Aziz menjebak Sakera dengan “Jamur Kuning” yang merampas ilmunya. Sakera acap dan diadili, akhirnya putus gantung. Namun, semangat perjuangannya tetap hidup. Ia dimakamkan di Bekacak, Pasuruan.

Meski belum dikenal sebagai Pahlawan Nasional, Sakera adalah pahlawan lokal. Ia berjuang melawan penjajah Belanda demi daerahnya sendiri. Kisah dan pengorbanannya hanya dikenang di tempat asalnya. (tra/trj)