Tiga Komplotan Penyimpangan Solar Subsidi Jalani Sidang Perdana

140

Pasuruan (WartaBromo.com) – Tiga terdakwa kasus penyalahgunaan BBM jenis solar bersubsidi di Kota Pasuruan mulai jalani sidang perdana. Sidang pertama ini beragendakan pembacaan dakwaan oleh JPU.

Sidang digelar di Pengadilan Negeri Pasuruan pada Rabu (20/09/2023). Tiga terdakwa itu yakni, Abdul Wachid selaku direktur PT Mitra Central Niaga (MCN), Bahtiar Febrian Pratama, dan Sutrisno mengikuti sidang tersebut secara virtual.

Jaksa penuntut umum (JPU), Feby Rudy Purwanto menguraikan, dalam menjalankan bisnisnya Bahtiar Febrian Pratama bertugas mengatur seluruh kegiatan operasional bisnis. Sementara Sutrisno adalah pemilik kendaraan truk yang digunakan untuk membeli solar di SPBU.

Abdul Wachid setiap ‘kulakan’ solar memberikan uang Rp200 juta kepada Bahtiar untuk aktivitas pembelian selama dua atau tiga hari. Selanjutnya Bahtiar akan menyiapkan beberapa plat nomor kendaraan truk dan QR barcode pertamina.

Setelah menyiapkan plat nomor dan QR barcode, Bahtiar menghubungi Sutrisno selaku pemilik truk. Truk milik Sutrisno sendiri sudah dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga mampu menampung BBM solar sebanyak kurang lebih 5.000 liter atau 5 ton. Sutrisno diberi uang Rp15 juta untuk setiap truk setiap harinya.

Tempat mereka membeli solar di antaranya SPBU wilayah Kecamatan Gempol. Truk yang dikendarai saksi Rudi Antoni masuk SPBU membeli solar jenis bio solar yang tak lain adalah solar bersubsidi sebanyak 70 liter dengan harga Rp6.800 per liternya. Solar tersebut kemudian dialirkan ke dalam tangki yang ada di dalam truk.

Setelah selesai, truk diganti plat nomornya agar bisa kembali lagi ke SPBU dan membeli solar subsidi. Jika tangki dirasa sudah penuh, solar tersebut dibawa ke gudang penimbunan milik Abdul Wachid. Abdul Wachid punya dua gudang yakni di Kelurahan Mandaranrejo dan di Kelurahan Gentong.

Solar subsidi yang tersimpan di gudang penyimpanan tersebut selanjutnya dijual ke pembeli dengan harga Rp9.000 hingga Rp11.000 per liternya.

“Dari hasil penjualan solar tersebut, terdakwa Abdul Wachid mendapat keuntungan kurang lebih Rp80 juta setiap minggu atau kurang lebih Rp300 juta setiap bulannya,” ujar Feby.

Feby menyebut, BBM solar yang disubsidi pemerintah diperuntukkan bagi warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak untuk dijual kembali untuk mendapatkan keuntungan.

Selain itu, ada aturan Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang telah diubah dengan Perpres No. 117 tahun 2021, bahwa Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Akibat perbuatan ketiga terdakwa ini, pengguna BBM subsidi tidak mendapatkan kuota sebagaimana mestinya. Negara juga tidak mendapatkan hasil pembayaran pajak yang diperoleh dari kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

“Serta akan berdampak pada kuota masing-masing kota/kabupaten,” imbuh Feby.

Sementara itu, penasihat hukum para terdakwa, Rahmat Sugiarto tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (tof/asd)